Habanusantara.net, Di tengah kerindangan alam Aceh, para dai berjuang mengajarkan ajaran Islam di daerah terpencil dan perbatasan.
Salah satunya adalah Rustamil (35), pendakwah asal Kute Ujung, Kecamatan Darul Hasanah, Aceh Tenggara.
Sejak sepuluh tahun lalu, ia mengabdikan diri di Kute Pasar Puntung, Kecamatan Semadam, membawa misi untuk memperkuat akidah masyarakat setempat.
Rustamil memulai perjalanan dakwahnya setelah melihat kehadiran pendakwah yang mengabdi di Kute Ujung. Motivasi itu membawanya untuk mendaftar sebagai dai ke Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh.
Setelah melalui berbagai tahapan, termasuk hafalan Al-Qur’an dan pemahaman Islam, ia dinyatakan layak untuk mengabdi di daerah terpencil. Awalnya, Rustamil bertugas di Muara Situlen, sebelum akhirnya menetap di Kute Pasar Puntung.
Selama sepuluh tahun, Rustamil menghadapi tantangan untuk diterima oleh masyarakat. Ia mengawali kegiatannya dengan mengadakan pengajian dan salat berjamaah di masjid, meski prosesnya berlangsung lambat. Dalam waktu dua tahun, ia berhasil membangun kebiasaan pengajian di desa tersebut.
“Agak lama prosesnya. Satu sampai dua tahun baru bisa kita tunjukan,” ujarnya. Kini, kegiatan pengajian dan salat berjamaah telah menjadi bagian penting dari kehidupan warga Kute Pasar Puntung.
Seiring berjalannya waktu, hubungan Rustamil dengan masyarakat semakin erat. Warga bahkan meminta agar dia tidak dipindahkan ke daerah lain.
“Mereka tidak ingin dai yang sudah ada diganti dengan pendakwah lain,” jelas Rustamil. Keinginan masyarakat ini menjadi bukti keberhasilan dakwahnya dalam membimbing mereka menuju kebaikan.
Di Aceh Singkil, kisah serupa juga dialami Muslim Bancin (47), yang telah menjadi warga Napa Galuh, Kecamatan Danau Paris, selama enam tahun. Sebelum menjadi dai, ia tinggal di Tanah Bara, Kecamatan Gunung Meriah.
Muslim, yang merupakan angkatan kedua Program Dai Perbatasan dan Terpencil, memulai dakwahnya pada tahun 2002. Menurutnya, kehadiran dai sangat penting untuk menghidupkan syariat Islam di daerah yang sulit dijangkau.
“Karena itu, kami merasa bahwa kehadiran kami sangat dibutuhkan,” ujar Muslim.
Ia memulai pengabdian di Biskang, Kecamatan Danau Paris, dan mengalami berbagai tantangan, termasuk minimnya fasilitas.
“Dulu tidak ada sepeda motor, desa belum sepenuhnya teraliri listrik, dan juga krisis air bersih. Namun, semua itu tidak menghalangi kami untuk menyiarkan agama Islam,” kenangnya.
Pengalaman dakwah Muslim selama lebih dari 20 tahun membuatnya semakin percaya diri dalam memperkuat akidah umat. Ia mengaku telah beberapa kali membantu orang untuk memeluk agama Islam.
“Warga di sana sangat membutuhkan pemahaman tentang agama, sehingga kami merasa terinspirasi untuk terus mengabdi,” ucap Muslim.
Kisah Rustamil dan Muslim menggambarkan dedikasi para dai dalam mengajarkan ajaran Islam di daerah-daerah terpencil di Aceh.
Mereka bukan hanya menjadi pendakwah, tetapi juga bagian dari komunitas yang membantu membangun kehidupan masyarakat melalui pemahaman agama yang lebih baik.
Dengan dukungan dari Dinas Syariat Islam dan semangat masyarakat, diharapkan misi dakwah ini akan terus berlanjut, memberi manfaat bagi generasi mendatang di Tanah Rencong.[***]