ADVERTORIAL

Mengenal Batuk Pertusis dan Upaya Pencegahan

×

Mengenal Batuk Pertusis dan Upaya Pencegahan

Sebarkan artikel ini
Kabid P2P Dinas Kesehatan Aceh dr Iman Murahman[Foto/Is]
Kabid P2P Dinas Kesehatan Aceh dr Iman Murahman[Foto/Is]

Habanusantara.net, Dinas Kesehatan Aceh melaporkan lonjakan kasus batuk pertusis sepanjang tahun 2023 dengan total 26 kasus.

Meskipun penyakit yang dikenal sebagai “batuk seratus hari” ini sudah lama tak terdengar di Aceh, kehadirannya kembali menyoroti urgensi pencegahan dan penanganan.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Aceh, Iman Murahman, menjelaskan bahwa sebagian besar kasus terdistribusi di beberapa kabupaten, termasuk Aceh Barat Daya, Bireuen, Aceh Barat, Banda Aceh, Sabang, Pidie, dan Aceh Singkil.

Menurut Iman, batuk pertusis dapat diidentifikasi melalui gejala batuk terus menerus selama dua pekan, sering disertai muntah.

Untuk mengatasi penyebaran penyakit ini, Iman menegaskan pentingnya pemberian imunisasi.

Dia mengatakan, “Vaksin DPT-HB-Hib terbukti aman dan memiliki efikasi tinggi. Tingkat kekebalan yang protektif akan terbentuk pada bayi usia 0-11 bulan setelah mendapatkan tiga dosis imunisasi DPT-HB-Hib.”

Namun, Iman juga mengungkapkan keprihatinan terkait capaian imunisasi yang rendah, terutama pada anak-anak di bawah satu tahun yang rentan terkena penyakit ini

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, kurang dari 10 persen balita di Indonesia memiliki kekebalan terhadap toksin pertusis. Sejak 2018, cakupan Imunisasi DPT-HB-HIB terus menurun di bawah 50 persen, menyebabkan munculnya kembali penyakit pertusis setelah dua dekade tidak terdengar di Aceh.

Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Zainoel Abidin (RSUDZA), Sari Haslinur, menjelaskan bahwa batuk pertusis disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis di saluran pernapasan.

Bakteri ini menyebar melalui percikan ludah saat batuk atau menyentuh benda yang terpapar. Gejalanya pada tahap awal mirip dengan batuk pilek, namun pada tahap lanjut, penderita akan mengalami batuk keras disertai bunyi “whoop” saat menarik napas panjang.

Sari menekankan pentingnya pemberian antibiotik, istirahat cukup, penggunaan masker, dan pemberian vitamin pada anak yang terkena batuk pertusis.

Selain itu, vaksinasi atau imunisasi pertusis juga dianggap sebagai cara terbaik untuk mencegah penyakit ini. Vaksin ini biasanya diberikan bersamaan dengan vaksin difteri, tetanus, dan polio.

Kasus pertusis yang melonjak dalam dua tahun terakhir di Aceh menjadi sorotan utama. Iman Murahman mendorong masyarakat untuk mengikuti Gerakan Ba Aneuk Imunisasi (GeuBAI), yang merupakan gerakan membawa anak-anak untuk diimunisasi sesuai jadwal.

Dia juga mengajak warga untuk segera berobat ke Puskesmas jika mengalami gejala batuk yang lama dan terus menerus serta melaporkan kasus-kasus serupa ke fasilitas kesehatan terdekat.

Penyakit pertusis, yang baru dilaporkan dalam dua tahun terakhir ini, menunjukkan bahwa capaian imunisasi yang rendah dapat membuka pintu bagi penyakit yang sebelumnya sudah dianggap hilang.

Kasus pertusis yang tinggi pada tahun 2022 dan peningkatan lebih lanjut pada tahun 2023 menimbulkan ancaman serius, terutama pada bayi berusia 1-3 bulan yang rentan mengalami kesulitan bernafas hingga menyebabkan kematian.

Dalam menghadapi situasi ini, upaya pencegahan melalui imunisasi menjadi kunci. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksinasi, diharapkan kasus pertusis dapat ditekan dan kesehatan masyarakat Aceh dapat terjaga dengan baik.

Batuk rejan atau pertusis adalah jenis infeksi saluran pernafasan yang sangat menular. Penyakit ini ditandai dengan batuk yang diiringi suara tarikan nafas tinggi yang khas dan berkepanjangan.

Penyebab Penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis, tetapi juga bisa disebabkan oleh bakteri Bordetella parapertussis.

Penularan batuk rejan terjadi melalui droplet (partikel air kecil) dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi.

Jadi, ketika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin, droplet kecil yang mengandung bakteri dapat menyebar ke udara dan dihirup oleh orang lain di sekitarnya.

Gejala

Gejala batuk rejan biasanya berlangsung selama 6 minggu, dan dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase catarrhal (fase awal), fase paroksismal, dan fase konvalescens (fase penyembuhan), yang masing-masing dapat berlangsung selama setidaknya 1–2 minggu.

Gejala batuk rejan fase catarrhal, yaitu: hidung tersumbat, pilek, bersin, mata merah, demam.

Gejala batuk rejan ffase paroksismal ditandai dengan: batuk yang terus-menerus diiringi suara tarikan nafas yang khas, batuk lebih sering pada malam hari, mata yang tampak merah, kulit kebiruan, kesulitan bernapas, batuk terus-menerus, dahak disertai muntah.

Gejala batuk rejan fase konvalesens ditandai dengan batuk berkepanjangan yang perlahan-lahan mulai mereda, tetapi bisa bertahan selama beberapa minggu.

Jika tidak ditangani, batuk rejan bisa menyebabkan komplikasi, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun.

Beberapa komplikasi yang bisa muncul adalah dehidrasi, kesulitan bernapas, penurunan berat badan, pneumonia (infeksi paru-paru), kejang, gangguan ginjal, dan kurangnya pasokan oksigen ke otak.

Untuk mencegah komplikasi tersebut, seseorang yang diduga menderita batuk rejan disarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut.

Pengobatan

Tujuan pengobatan batuk rejan adalah untuk membatasi atau meminimalkan fase paroksismal, mengatasi keluhan batuk yang mengganggu, serta memaksimalkan asupan nutrisi, istirahat, dan proses penyembuhan. Pengobatan batuk rejan bisa melibatkan penggunaan obat antimikroba atau antibiotik untuk mempercepat pemusnahan bakteri penyebab dan mencegah penyebaran penyakit.

Selain itu, pengobatan juga bisa diberikan untuk mengatasi gejala batuk, pilek, atau demam yang muncul. Namun, penggunaan obat harus sesuai dengan indikasi dan resep dari dokter.

Seseorang yang menderita batuk rejan disarankan untuk beristirahat cukup, memastikan asupan cairan tubuh cukup, dan yang terpenting adalah berkonsultasi dengan dokter.

Pemeriksaan oleh dokter dilakukan melalui wawancara medis dan pemeriksaan fisik langsung untuk menentukan diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Pencegahan

Pencegahan penyakit batuk rejan bisa dilakukan dengan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus), yang bisa diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan (atau 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan, sesuai program yang dilaksanakan).

Selanjutnya, imunisasi bisa dilanjutkan dengan imunisasi booster pada usia 15–18 bulan dan 4–6 tahun.

Selain itu, pencegahan penularan batuk rejan juga bisa dilakukan dengan menutup hidung dan mulut setiap kali batuk atau bersin, membuang tisu yang digunakan segera, dan mencuci tangan secara rutin dengan air dan sabun.[Adv]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close