ADVERTORIALArpus

Pemusnahan Arsip Resmi: Strategi Pemerintahan Modern yang Hemat dan Tertib

×

Pemusnahan Arsip Resmi: Strategi Pemerintahan Modern yang Hemat dan Tertib

Sebarkan artikel ini

Habanusantara.net – Di balik megahnya kantor-kantor pemerintahan dan canggihnya sistem administrasi era digital, ada satu praktik yang tampak remeh tapi justru krusial: pemusnahan arsip.

Kegiatan yang sering kali diabaikan ini nyatanya menjadi fondasi penting bagi pemerintahan yang bersih, efisien, dan tertib.

Kamis, 8 Mei 2025 lalu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh melakukan pemusnahan arsip resmi yang dianggap tak lagi memiliki nilai guna. Namun, ini bukan sekadar membakar dokumen lama. Ini adalah strategi negara untuk menata ulang masa lalu demi masa depan yang lebih ringan—secara ruang, biaya, dan birokrasi.

Zulkifli, Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (DPKA), yang hadir mewakili Kepala DPKA, menegaskan bahwa pengelolaan arsip yang baik bukan sekadar tumpukan kertas yang disimpan rapi.

“Arsip yang dikelola dengan baik bukan sekadar tumpukan dokumen, melainkan cermin akuntabilitas pemerintahan,” ujarnya serius, tapi dengan nada optimistis. Bagi Zulkifli, arsip itu seperti memori birokrasi.

Menyimpan yang penting, membuang yang usang—tapi dengan aturan yang jelas.

Kegiatan penyusutan arsip seperti pemindahan, penyerahan arsip statis, hingga pemusnahan arsip yang tidak lagi bernilai, kata Zulkifli, harus menjadi agenda rutin di setiap instansi.

“Pemusnahan arsip bukan soal membuang dokumen. Ini soal efisiensi, soal menghindari pemborosan,” tegasnya sambil membandingkan berkas yang tak berguna dengan barang rongsokan yang masih saja dibayar sewanya setiap bulan karena tak kunjung dibuang.

Pada kegiatan kali ini, sebanyak 187 berkas dari tahun 2009 hingga 2013 resmi dimusnahkan. Seluruhnya telah melalui seleksi ketat dan memenuhi empat syarat utama: habis masa retensinya, tidak memiliki nilai guna baik primer maupun sekunder, tidak terkait perkara hukum, dan tidak dilindungi oleh regulasi tertentu. Dengan kata lain, dokumen-dokumen ini sudah sah jadi kenangan, bukan bahan kerja.

Namun, jangan bayangkan pemusnahan arsip ini seperti membakar buku harian mantan setelah patah hati. Prosesnya sangat ketat. Zulkifli mengingatkan, “Kalau dilakukan sembarangan, risikonya bukan main.

Bisa kena pidana, lho.” Ia merujuk pada Pasal 86 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang menyebutkan pemusnahan arsip tanpa prosedur bisa berujung hukuman penjara 10 tahun atau denda setengah miliar rupiah. “Jadi ini bukan soal iseng, tapi serius. Sangat serius,” katanya sambil menyisipkan senyum tipis.

Zulkifli juga menyoroti bahwa arsip yang dibiarkan menumpuk malah bisa jadi bumerang bagi kelancaran administrasi. “Sepintar apapun sistem pengarsipan kita, semakin banyak jumlah arsip, semakin lama proses pencarian,” jelasnya.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, semakin banyak tumpukan, semakin susah cari yang penting. Logikanya sederhana, tapi dampaknya bisa fatal—terutama di era digital di mana kecepatan dan akurasi adalah segalanya.

Ia juga tak lupa menyentil pentingnya SDM. Menurutnya, sehebat apapun sistem teknologi, jika tidak didukung oleh tenaga arsiparis yang terampil dan berintegritas, maka sistem akan berjalan pincang.

“Tanpa sumber daya manusia yang andal dan sistematis, mustahil tercipta tertib arsip yang kita dambakan,” ujar Zulkifli, mengingatkan bahwa profesionalisme pengelola arsip sama pentingnya dengan modernisasi sistemnya.

Pemusnahan arsip ini pun tidak hanya soal mengurangi beban lemari atau rak penyimpanan. Ia adalah bagian dari tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada hasil—hasil yang efisien, bersih, dan terukur. Tak kalah penting, hal ini juga membantu penghematan anggaran negara.

Bayangkan jika setiap dokumen yang tidak berguna terus disimpan: perlu rak, perlu ruangan, perlu pengamanan, bahkan bisa jadi perlu sistem digitalisasi yang sia-sia. Semua itu berarti anggaran, dan anggaran berarti uang rakyat.

Maka, ketika satu bundel dokumen tak lagi relevan di mata hukum dan administrasi, menghancurkannya dengan prosedur yang sah adalah bentuk tanggung jawab.

Ini bukan tindakan ‘menghilangkan jejak’—sebuah frasa yang kadang dikaitkan secara negatif dengan pemusnahan—melainkan justru menciptakan jejak baru menuju efisiensi.

Dalam konteks SEO, isu pemusnahan arsip resmi ini juga menjadi kata kunci penting dalam dunia manajemen pemerintahan dan reformasi birokrasi.

Pencarian terkait “strategi pemusnahan arsip resmi”, “pengelolaan arsip pemerintah”, hingga “undang-undang kearsipan Indonesia” terus meningkat seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya akuntabilitas administrasi negara. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat ingin tahu, bahkan mengawasi, bagaimana negara mengurus hal-hal kecil yang berdampak besar.

Bagi pemerintah modern, pemusnahan arsip bukan lagi urusan sepele yang dilakukan diam-diam di sudut ruang fotokopi. Ia adalah bagian dari strategi besar yang tak hanya hemat ruang dan anggaran, tetapi juga mencerminkan kualitas pengelolaan negara. Jadi, lain kali jika Anda melihat tumpukan dokumen menguning di sudut kantor, ingatlah: mungkin di sanalah efisiensi pemerintahan sedang menunggu untuk dibebaskan.[Adv]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close