Ekraf

Ella Farisa: Dari Mahasiswi Teknik Sipil Jadi Penggerak Ekonomi Kreatif Lewat Parfum Lokal

×

Ella Farisa: Dari Mahasiswi Teknik Sipil Jadi Penggerak Ekonomi Kreatif Lewat Parfum Lokal

Sebarkan artikel ini

Habanusantara.net – Siapa sangka, dari bagasi motor yang panas dan sempit, lahir aroma bisnis yang kini menyebar harum ke seluruh Banda Aceh. Dialah Ella Farisa (29), sosok di balik brand parfum lokal Elle Perfume, yang berhasil mengubah hobi sederhana menjadi bisnis bernilai ekonomi kreatif tinggi di tengah derasnya arus produk impor.

Kisahnya dimulai jauh sebelum label Elle Perfume dikenal publik. Tahun 2014, Ella masih mahasiswi jurusan teknik sipil. Di sela jadwal kuliah, ia berkeliling kampus menjual parfum roll-on mini. Modalnya tak seberapa, hanya beberapa botol dan semangat untuk mencoba. “Saya taruh di bagasi motor, teman-teman bisa langsung cium aroma dan beli di tempat. Awalnya cuma iseng, tapi ternyata banyak yang suka,” kenangnya, Selasa (5/8/2025).

Dari sanalah benih ide itu tumbuh. Perlahan, Ella mulai memahami karakter aroma yang disukai pelanggan, mencatat umpan balik, dan bermimpi punya merek sendiri. “Awalnya takut banget, karena ini bawa nama sendiri. Tapi saya pikir, kalau nggak coba, kita nggak akan tahu hasilnya,” ujarnya sambil tersenyum.

Pada 2019, Ella akhirnya memberanikan diri meluncurkan brand Elle Perfume, mengambil nama “Elle” dari dirinya sendiri — sederhana tapi penuh makna. Ia ingin parfum ini mencerminkan kepribadian perempuan muda yang berani, percaya diri, dan punya karakter. Tanpa latar belakang kimia atau bisnis, Ella belajar dari rasa penasaran. Ia membedah parfum-parfum mahal, meneliti daya tahan dan karakter aromanya, lalu bereksperimen untuk menciptakan wangi yang khas namun tetap terjangkau.

Tiga tahun berselang, tepatnya 2022, Elle Perfume resmi punya studio produksi di Geuceu, Banda Raya, Banda Aceh. Di sanalah setiap botol Elle diracik dengan cermat. Ia bekerja sama dengan staf muda lokal yang punya ketertarikan di dunia fragrance. Dalam sebulan, mereka memproduksi antara 250 hingga 400 botol.

Kini, Elle Perfume punya lebih dari 50 varian aroma — dari yang lembut dan manis seperti Baby Love, hingga yang berani seperti Live After Breakup dan Lotus. Semua wangi itu melalui tahap kurasi ketat. “Kalau nggak cocok di hidung saya, nggak keluar ke pasaran. Kami tes dulu, mulai dari keluarga, lalu coba di udara luar. Harus tahan lama tapi tetap sopan di hidung orang,” jelas Ella.

Harga parfum yang ia jual pun ramah di kantong, hanya Rp70–80 ribu per botol. Namun yang dijual Elle bukan sekadar wangi, melainkan gaya hidup. Ia memahami pasar anak muda yang menyukai sesuatu yang estetik dan punya karakter. Karena itu, dari kemasan hingga desain label, semua dirancang dengan identitas visual yang segar dan minimalis.

Tak hanya fokus di aroma, Ella juga belajar dari kegagalan. Ia pernah mengalami botol meledak akibat suhu panas Banda Aceh. Dari situ, ia berinovasi memakai kemasan yang tahan suhu tinggi dan aman dibawa bepergian.

Menariknya, di tengah tren promosi besar-besaran lewat influencer, Ella justru memilih strategi “organic branding”. Ia jarang memakai selebgram, lebih mengandalkan ulasan jujur pelanggan dan kekuatan promosi mulut ke mulut. “Yang paling efektif itu orang cerita sendiri. Kalau mereka puas, otomatis akan promosi tanpa disuruh,” ujarnya santai.

Kini, meski belum punya cabang, studio Elle Perfume di Banda Aceh menjadi tempat favorit pelanggan mencoba langsung produk. Selebihnya, penjualan dilakukan lewat platform digital seperti Shopee, dan Ella sendiri yang memantau distribusi agar harga tetap bersahabat.

“Saya ingin konsumen dapat kualitas bagus tanpa harus mahal. Kalau harus naik harga karena rantai distribusi panjang, sayang banget,” ujarnya.

Di balik kesuksesan itu, Ella tetap menghadapi tantangan. Kenaikan bahan baku dan penurunan daya beli sempat menekan produksi. Namun ia enggan menyerah. Setiap bulan, ia bertekad meluncurkan varian baru, sambil mencari lokasi toko yang lebih strategis namun tetap mempertahankan nuansa hidden gem — identitas yang membuat Elle Perfume terasa personal.

Bagi Ella, bisnis parfum bukan sekadar jualan aroma, tapi cara berkontribusi pada ekonomi kreatif Aceh. Ia membuka ruang kolaborasi bagi anak muda yang ingin belajar desain kemasan, produksi, hingga pemasaran digital. “Saya ingin Elle Perfume jadi tempat berkembangnya ide-ide baru. Ini bukan cuma usaha pribadi, tapi ruang kreatif,” ungkapnya.

Optimismenya sederhana tapi kuat: selama masih ada niat baik dan komitmen menjaga kualitas, produk lokal akan selalu punya tempat di hati konsumen. “Saya percaya, kalau kita konsisten dan jujur sama karya, hasilnya akan ikut harum,” tutupnya dengan senyum hangat.[***]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
Songket motif Pha Changgeuk karya Mutiara Songket | foto: dok Mutiara Songket
Ekraf

Habanusantara.net – Tenun songket selama ini dikenal sebagai warisan budaya yang sarat makna, penuh simbol, dan bernilai tinggi. Namun bagi Ira Mutiara, Owner Mutiara Songket, tenun bukan hanya tradisi turun-temurun,…

Ekraf

Habanusantara.net – Di sebuah rumah sederhana di Krueng Kalee, Darussalam, Aceh Besar, disanalah seorang anak muda, Ira Mutiara, menenun benang demi benang dengan penuh kesabaran. Selama ini, di balik kelembutan…

Ekraf

Habanusantara.net – Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal, punya visi unik dalam membangun ekonomi daerah, yaitu menjadikan Banda Aceh sebagai “Kota Parfum”. Gagasan ini lahir dari potensi besar minyak…

close