Atas peristiwa inilah, momentum bagi pemerintah melalui Kemenkumham dan DPR RI khususnya Komisi 3 untuk merevisi UU RI Nomor : 11 Tahun 2012 tentang SPPA untuk meredefinisi ulang tentang mana yang masuk definisi kenakalan dan kejahatan anak yang masuk dalam kategori anak berkonflik hukum sebagai pelaku kejahatan ringan dan pelaku kejahatan berat.
“Karena data dan fakta menunjukkan bahwa perilaku tindak pidana anak yang terjadi ditengah-tengah masyarakat sudah masuk dalam tindak pidana berat dan serius. Di banyak kejadian tindak pidana anak sudah mengarah pada tindak pidana berat,”sebut Arist.
Arist mencontohkan, membacok dan memenggal kepala korban dan memutilasi korban, membakar hidup-hidup korban baik yang dilakukan oleh anak-anak bahkan pelaku melakukan pemerkosaan seperti yang dilakukan orang dewasa.
“Perkara AG ini bisa menjadi jalan untuk merevisi UU RI Nomor : 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Tindak Pidana Anak (SPPA) khususnya definisi dimana pembatasan usia anak yang dapat melakukan tindak pidana, wajib melakukan klasifikasi apa yang dimaksud dengan kenakalan dan kejahatan anak, mana yang dimaksud dengan tindak pidana ringan (Tipiring) dan berat,”cetusnya.