Habanusantara.net – Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal, punya visi unik dalam membangun ekonomi daerah, yaitu menjadikan Banda Aceh sebagai “Kota Parfum”. Gagasan ini lahir dari potensi besar minyak nilam Aceh, yang selama ini menjadi primadona dunia, namun belum dimanfaatkan maksimal untuk produk jadi.
“Nilam Aceh menyumbang 70 persen produksi minyak nilam dunia, tapi sayangnya sering diklaim berasal dari daerah lain. Kita tidak mau potensi ini hanya jadi bahan mentah yang diekspor. Kita ingin mematenkan, mengolah, dan menjadikannya identitas Banda Aceh,” ujar Illiza, Rabu (13/8/2025).
Menurut Illiza, pengembangan industri parfum berbasis nilam ini bukan sekadar branding kota, tapi strategi ekonomi kreatif yang melibatkan ribuan pelaku UMKM dan anak muda kreatif di Banda Aceh. Saat ini, tercatat sekitar 30 ribu UMKM di kota tersebut, mulai dari seni rupa, desain interior, fesyen, kriya, fotografi, videografi, musik, hingga film.
Pemerintah kota, lanjut Illiza, tengah mengelompokkan pelaku ekonomi kreatif berdasarkan level, pemula, menengah, dan profesional agar pelatihan lebih tepat sasaran. Fasilitas seperti Banda Aceh Academy dan Balai Latihan Kerja (BLK) sudah disiapkan untuk mengasah keterampilan mereka.
Begitu juga dengan parfum yang menjadi salah satu bagian dari ekonomi kreatif. Kolaborasi kunci terjadi antara Pemko Banda Aceh dan Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala. Dari sini lahir konsep hilirisasi nilam Aceh menjadi parfum berkualitas internasional.
“Kami bersama ARC mengembangkan teknologi pemurnian nilam hingga menghasilkan grade terbaik yang bisa bersaing di pasar global,” jelas Illiza.
Tak hanya itu, Banda Aceh merancang strategi promosi yang tak biasa. Parfum nilam Aceh akan disemprotkan di kabin pesawat Garuda Indonesia sebagai bagian dari branding, sekaligus dipasarkan secara nasional lewat kerja sama dengan maskapai tersebut.
Pameran parfum berskala dunia juga masuk agenda. Pemerintah kota dibantu USK akan menjalin komunikasi dengan ahli parfum dari Prancis untuk memastikan standar internasional terpenuhi.
“Kita ingin launching besar-besaran, baik di Banda Aceh maupun di Jakarta,” tuturnya.
Selama ini minyak nilam dari Aceh sudah ekspor ke Prancis. Maka Illiza menginginkan tak hanya bahan baku yang diekspor tapi produk jadi juga menjadi pilihan dan bernilai jual.
Dengan konsep ini, Banda Aceh tak hanya menciptakan identitas sebagai kota wangi, tapi juga membuka lapangan kerja baru dan memperluas ekosistem usaha. Dari petani nilam, pelaku UMKM, akademisi, hingga pengusaha, semua menjadi bagian dari industri kreatif berbasis atsiri yang tumbuh bersama.
“Ini bukan mimpi, ini rencana nyata yang sedang kita jalankan. Dan Banda Aceh siap jadi pelopornya,” tegas Illiza
Senada dengan Illiza, Kepala ARC USK, Syaifullah Muhammad juga menyebutkan ARC bersama Pemko Banda Aceh kini membina UMKM parfum, memberikan pelatihan formulasi, dan memfasilitasi produksi dari hulu hingga hilir.
Meski Banda Aceh tak punya lahan nilam sendiri, bahan baku akan dipasok dari daerah penghasil di Aceh, sementara pengolahan, inovasi, dan desain dilakukan di kota ini.
Selain nilam, Aceh juga kaya akan bunga dan tanaman aromatik lain seperti jeumpa, seulanga, hingga aroma buah mangga dan jambu, yang bisa menjadi varian parfum khas Aceh.
Produk parfum Banda Aceh akan dipasarkan dengan merek “Tarina”, yang mengusung desain khas Aceh. Harapannya, parfum ini tak hanya dijual di dalam negeri, tetapi juga diekspor.
Tak banyak yang tau, produk minyak nilam dari Aceh sudah diekspor sejak dulu. Namun minyak nilam mentah binaan ARC yang dieksportir melalui PT Ugreen sudah dilakukan 32 kali ekspor ke Prancis, dua di antaranya langsung dari Bandara Sultan Iskandar Muda ke Paris dengan Garuda Indonesia.
“Bayangkan jika kita tak hanya kirim minyak mentah, tapi parfum jadi berlabel khas Aceh. Pasarnya bisa masuk ke Malaysia, China, bahkan Afrika,” kata Syaifullah.[***]