Habanusantara.net, Provinsi Aceh mencatat sebanyak 1.112 kejadian gempa bumi sepanjang tahun 2024, dengan 42 di antaranya dirasakan langsung oleh masyarakat. Sebagian besar gempa terjadi di laut barat Aceh dan wilayah daratan, seperti Aceh Besar, Pidie, dan Aceh Barat.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Aceh Besar, Andi Azhar Rusdin, menjelaskan bahwa banyaknya kejadian gempa di Aceh disebabkan oleh posisi wilayah ini yang berada di zona subduksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Selain itu, aktivitas dari berbagai patahan aktif yang melintasi Aceh, seperti Patahan Seulimeum, Patahan Aceh, Patahan Tripa, dan Patahan Batee, turut memengaruhi tingginya frekuensi gempa.
Dari total kejadian, sebanyak 751 gempa memiliki magnitudo kecil (M<3), 358 gempa berkekuatan menengah (3≤M<5), dan hanya tiga gempa berkekuatan di atas magnitudo lima. Dari segi kedalaman, gempa dangkal (kurang dari 60 km) mendominasi dengan 1.019 kejadian, sedangkan gempa menengah (60–300 km) terjadi 93 kali.
Andi menegaskan, meskipun mayoritas gempa tidak merusak, tingginya potensi aktivitas seismik ini harus diantisipasi melalui mitigasi bencana berbasis masyarakat.
“Mitigasi menjadi kunci untuk meminimalkan dampak, terutama di daerah rawan gempa seperti Aceh,” katanya, Kamis (2/1/2024).
Ia menyarankan beberapa langkah mitigasi baik dari pemerintah dan masyarakat seperti rutin mengadakan pelatihan dan simulasi gempa bumi serta tsunami di tingkat komunitas lokal.
Pembentukan desa siaga bencana juga dianggap penting untuk meningkatkan kesadaran dan respons cepat masyarakat.
“Selain itu, masyarakat perlu memahami lingkungan sekitarnya, membangun rumah sesuai standar tahan gempa, dan mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi kebutuhan darurat untuk digunakan saat evakuasi,” tambah Andi.