ADVERTORIAL

Upaya Pencegahan Lonjakan Kasus Difteri: Imunisasi dan Peran Strategis Surveilans Kesehatan

×

Upaya Pencegahan Lonjakan Kasus Difteri: Imunisasi dan Peran Strategis Surveilans Kesehatan

Sebarkan artikel ini

Habanusantara.net – Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar menegaskan komitmennya dalam menghadapi lonjakan kasus Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Sebagai bagian dari strategi pencegahan, Dinas Kesehatan menggelar Pelatihan Surveilans PD3I khusus bagi tenaga kesehatan di wilayah tersebut.

Anita SKM, MKes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Aceh Besar, mengungkapkan keprihatinan terhadap capaian imunisasi yang rendah selama masa pandemi COVID-19. Hal ini diakui sebagai faktor yang turut memengaruhi peningkatan kasus PD3I saat ini.

Sebagai contoh, temuan satu kasus Polio di Kabupaten Pidie pada 9 November 2022 membuat Provinsi Aceh masuk dalam zona “Merah” peta dunia kesehatan. Hal ini menarik perhatian khusus dari World Health Organization (WHO) untuk menangani permasalahan Polio dengan cepat dan tepat.

Anita menegaskan, “Tanggung jawab kita dari Pemerintah Pusat hingga daerah adalah melaksanakan Sub PIN Polio dengan dua putaran di seluruh Aceh, terutama di Kabupaten Aceh Besar.”

Peran tim surveilans kesehatan atau Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) menjadi kunci dalam mengidentifikasi dan menangani kasus PD3I. Meskipun jumlah petugas surveilans di Aceh Besar masih terbatas, keberadaan mereka sangat penting untuk merespons temuan kasus dengan cepat dan efektif.

“Meskipun petugas surveilans di Aceh Besar masih terbatas, hal tersebut bukan masalah selama mereka aware, responsif, dan memahami Standar Kesehatan Daerah (SKDR),” ungkap Anita.

Dalam kontek capaian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) di Kabupaten Aceh Besar, data dan laporan dari 28 Puskesmas per November 2023 menunjukkan bahwa hanya 1.932 anak atau 20,4% yang telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Capaian imunisasi yang rendah menjadi penyebab lonjakan kasus campak, pertusis, rubella, difteri, dan penyakit lain yang seharusnya dapat dicegah melalui imunisasi.

Menyoroti kasus difteri, tercatat tujuh belas kasus pada tahun 2019, lima kasus pada tahun 2020, dan nihil pada tahun 2021. Namun, pada November 2022, satu kasus difteri kembali terdeteksi.

“Upaya kolektif dalam memberikan profilaksis kepada kontak erat dan pelaksanaan imunisasi secara massal, didukung dengan peningkatan kesadaran masyarakat, telah berhasil menurunkan jumlah kasus difteri,” papar Anita.

Dalam konteks campak, terjadi lonjakan kasus dari 368 pada tahun 2022 menjadi 1556 pada tahun berikutnya. Namun, dengan kerja keras tenaga kesehatan, kasus campak berhasil dikurangi menjadi 188 pada November 2023. Anita juga menekankan potensi bahaya rubella pada ibu hamil, yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan.

Dengan digelarnya pelatihan surveilans ini, Dinas Kesehatan Aceh Besar berharap agar petugas kesehatan, terutama surveilans di Puskesmas, dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan analisis terhadap masalah kesehatan. Melalui pengumpulan dan pengolahan data yang baik, diharapkan mereka dapat merespons dengan cepat, mencegah penularan penyakit, dan menjaga keberlanjutan pemberian imunisasi.

“Kami berharap pelatihan ini dapa meningkatkan proaktifitas dan efektivitas para petugas surveilans dalam menanggapi kasus PD3I, termasuk difteri, campak, pertusis, dan COVID-19. Pengelolaan data kesehatan yang cepat dan akurat menjadi kunci dalam memutus rantai penularan penyakit,” tutup Anita.[Adv]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close