News

Penggiat CSI Berikan Pandangan Alternatif Terhadap Perubahan Qanun Jinayat

×

Penggiat CSI Berikan Pandangan Alternatif Terhadap Perubahan Qanun Jinayat

Sebarkan artikel ini

Dalam kasus yang lain juga ditemukan bila, anak sebagai korban melaporkan kasus yang dialami malah dipidanakan, karena korban dituduh sebagai pelaku zina.

Berdasarkan realitas diatas, terlihat jelas bila penanganan hukum yang diakukan masih jauh dari harapan publik untuk dapat memberikan jaminan hukum bagi korban, yang juga merupakan salah satu cita-cita dari penerapan syariat Islam.

Upaya revisi yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintahan Aceh hanya berfokus pada pemberatan hukuman, sehingga masih bersifat parsial dan belum memiliki kepekaan terhadap korban serta mengesampingkan rasa keadilan.

Beberapa Catatan Kritis terkait Perubahan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat

Argumentasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, perspektif yang digunakan dalam revisi masih menggunakan pendekatan penghukuman, yaitu dengan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual dengan hanya menambah jumlah uqubat ta’zir yang diberikan.

Tetapi landasan penambahan hukuman tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan terbaik bagi korban dan tidak berperspektif korban .

Selain itu, bentuk hukuman yang diberikan juga tidak memperhatikan konteks dan dinamika kasus yang terjadi.

Misalnya, tidak ada pemberatan hukuman bila pemerkosaan dilakukan oleh (a) orang terdekat atau pihak yang seharusnya melindungi, seperti orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak.

Atau (b) dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, atau lebih dari sekali.

Atau (c) Jika korban lebih dari satu orang atau korban mengalami luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, adat/atau korban meninggal dunia.

Kedua, isu dan substansi dari pasal-pasal yang berkaitan dengan kekerasan seksual, perlu dikaji kembali, karena pada beberapa pasal terdapat catatan kritis yang harus dibenahi, seperti adanya inkonsistensi antar pasal, ketidaktepatan definisi yang digunakan, dan terdapat pula beberapa pasal yang berpeluang untuk dimaknai secara multi tafsir.

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
News

Sigli. Habanusantara.net, Memorial Living Park tersebut diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia…

close