News

Empat Perusahaan di Aceh Terus Abaikan Lingkungan, Forbina Minta KLHK Lakukan Penegakan Hukum

×

Empat Perusahaan di Aceh Terus Abaikan Lingkungan, Forbina Minta KLHK Lakukan Penegakan Hukum

Sebarkan artikel ini

Habanusantara.net – Direktur Eksekutif Perkumpulan Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menindak empat perusahaan di Aceh yang terus mengabaikan kewajiban lingkungan hidup mereka.

Keempat perusahaan tersebut, yang mendapatkan peringkat Proper Merah selama tiga tahun berturut-turut, dianggap telah menunjukkan ketidakpatuhan serius terhadap regulasi pengelolaan lingkungan.

Perusahaan-perusahaan yang dimaksud meliputi PT Delima Makmur (perusahaan perkebunan sawit) yang beroperasi di Kabupaten Aceh Singkil, PT Bumi Sama Gadha (perkebunan sawit) di Aceh Tamiang, PT Berlian Global Perkasa (pengelola Hermes Palace Hotel Banda Aceh), dan PT Gadjah Aceh (pengelola Kyriad Muraya Hotel Banda Aceh). Semua perusahaan ini mendapatkan predikat Proper Merah yang menandakan bahwa mereka gagal dalam pengelolaan lingkungan.

Muhammad Nur menyatakan, “KLHK harus melakukan penindakan hukum terhadap empat perusahaan ini yang sudah mendapatkan Proper Merah tiga kali berturut-turut. Ketika sebuah perusahaan mendapatkan Proper Merah dua kali berturut-turut, maka mereka wajib menerima surat peringatan atau sanksi administratif. Namun, ini sudah lebih dari itu.”

Menurutnya, berdasarkan Pasal 45 Permen LHK No 1 Tahun 2021 tentang Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup), jika perusahaan tidak taat terhadap regulasi lingkungan dan tetap mendapatkan Proper Merah, maka Menteri KLHK dapat melakukan penegakan hukum.

Pada Pasal 47 ayat 4 huruf (b) dijelaskan bahwa perusahaan yang tidak taat harus menghadapi tindakan hukum, termasuk sanksi administratif atau bahkan pidana, jika mereka terus melanggar.

“Forbina menilai bahwa Proper seharusnya dapat menjadi instrumen penegakan hukum selain hukum pidana dan perdata bagi perusahaan yang tidak patuh pada regulasi lingkungan,” tambah Muhammad Nur.

“Sayangnya, kami juga melihat belum ada pelibatan masyarakat sekitar konsesi perusahaan dalam penilaian Proper, padahal masyarakat sekitar seharusnya menjadi salah satu pihak yang berhak memberi masukan terkait dampak perusahaan terhadap lingkungan.”

Proper sendiri merupakan evaluasi kinerja perusahaan dalam mengelola lingkungan hidup, yang meliputi pengendalian pencemaran, kerusakan lingkungan, serta pengelolaan limbah berbahaya. Peringkat ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021, yang mengklasifikasikan perusahaan ke dalam lima kategori: Hijau, Biru, Kuning, Merah, dan Hitam, berdasarkan seberapa besar perusahaan tersebut mematuhi peraturan lingkungan hidup.

Peringkat Merah mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut gagal memenuhi standar pengelolaan lingkungan hidup di berbagai aspek, mulai dari pengelolaan air, kerusakan lahan, pencemaran laut, pengelolaan limbah B3, hingga pengendalian pencemaran udara dan air. Hal ini jelas menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah berulang kali melanggar ketentuan yang ada dalam periode penilaian.

Muhammad Nur menambahkan, perusahaan-perusahaan yang mendapatkan peringkat Merah secara berulang kali, menurutnya, jelas sudah melanggar hukum lingkungan hidup secara terus-menerus. “Ada temuan berulang pada aspek yang sama dalam penilaian Proper. Ini bukan masalah teknis lagi, ini sudah masalah kepatuhan hukum yang serius.”

Selain itu, Forbina juga menyayangkan kurangnya transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam proses penilaian dan pengawasan perusahaan-perusahaan yang mengikuti program Proper. Menurut mereka, masyarakat sekitar perusahaan harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penilaian kinerja lingkungan perusahaan, mengingat mereka adalah pihak yang paling merasakan dampak langsung dari aktivitas perusahaan tersebut.

“Jika perusahaan terus mengabaikan aturan-aturan pengelolaan lingkungan hidup, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh alam, tetapi juga oleh masyarakat sekitar yang hidup di lingkungan yang tercemar,” ujarnya. “Kami berharap KLHK dapat mengambil tindakan tegas untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan melindungi hak-hak masyarakat.”

Forbina juga meminta Pemerintah Aceh untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka, serta memastikan bahwa peraturan lingkungan hidup diterapkan dengan ketat. “Kita sudah sering mendengar tentang komitmen Aceh dalam menjaga kelestarian alam, namun kenyataannya masih banyak perusahaan yang tidak serius dalam mengelola lingkungan mereka.”

Keempat perusahaan yang disebutkan, menurut Forbina, seharusnya sudah mendapatkan sanksi atau tindakan tegas dari KLHK, namun hingga saat ini belum ada langkah konkret yang diambil. Forbina berharap dengan adanya desakan ini, KLHK akan segera melakukan tindakan yang tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak patuh terhadap peraturan lingkungan hidup.[]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
News

Sigli. Habanusantara.net, Memorial Living Park tersebut diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia Yusril Ihza Mahendra, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia…

close