Habanusantara.net — Malam itu, udara Meureudu terasa syahdu. Lampu-lampu panggung utama Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-37 Provinsi Aceh berkilauan di kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.
Ribuan warga dari berbagai daerah berdiri berdesakan, menunggu satu momen bersejarah: pembukaan resmi oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf, sosok yang akrab disapa Mualem, tokoh yang dikenal tegas namun penuh ketulusan dalam menghidupkan nilai-nilai Islam di Tanah Rencong.
Dari kursi kehormatan, Mualem melangkah ke mimbar. Suaranya tenang namun berwibawa, menyapa masyarakat yang hadir dengan sapaan penuh makna.
“Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Provinsi Aceh ke-37 Tahun 2025 di Kabupaten Pidie Jaya dengan resmi kami nyatakan dibuka.”
Seketika, tepuk tangan dan lantunan takbir bergema memenuhi arena.
Bagi Mualem, MTQ bukan hanya tentang suara merdu melantunkan ayat-ayat suci. Ia adalah perjalanan spiritual, cermin dari kedalaman iman, dan sarana memperkuat jati diri Aceh sebagai Serambi Makkah.
“Al-Qur’an hadir sebagai panduan abadi yang menuntun umat manusia menuju kehidupan yang damai, adil, dan bermartabat. Melalui kegiatan ini, kita berharap semangat Al-Qur’an semakin hidup di tengah masyarakat. Tidak hanya dalam lantunan suara, juga dalam perilaku dan kebijakan kehidupan sehari-hari,” ujar Mualem dalam pidatonya.
Dalam pandangan Mualem, kemenangan sejati bukan di podium atau piala, melainkan di hati yang terus berupaya hidup sesuai nilai-nilai Al-Qur’an.
Sebelum pembukaan, Mualem dan istri, Marlina Usman, bersama Wali Nanggroe Paduka Yang Mulia Teungku Malik Mahmud Al-Haythar, serta Kapolda Aceh Irjen Marzuki Ali Basyah dan istri Irawati, terlebih dahulu menjalani prosesi peusijuek di Pendopo Bupati Pidie Jaya.
Doa-doa dipanjatkan oleh Teungku Anwar Usman (Abiya Kuta Krueng), mengiringi langkah para pemimpin Aceh agar acara berjalan penuh berkah.
Setelah itu, defile kafilah dari seluruh kabupaten/kota se-Aceh memeriahkan malam pembukaan. Bendera-bendera kafilah berkibar di bawah langit Meureudu, menandai semangat persaudaraan umat di Bumi Serambi Mekkah.
Mualem dan Visi Qur’ani Aceh
Dalam pidato yang penuh semangat, Mualem mengumandangkan satu tekad besar: menjadikan kemampuan membaca Al-Qur’an sebagai syarat utama dalam dunia pendidikan dan rekrutmen di Aceh, khusus bagi umat Islam.
“Ke depan, sesuai dengan visi dan misi kami, Al-Qur’an akan menjadi awal dari segala hal. Masuk sekolah SMA kita tes baca Al-Qur’an, masuk SMP harus tes baca Al-Qur’an, bahkan masuk TNI dan Polri juga harus tes baca Al-Qur’an. Insyaallah akan kami programkan supaya Aceh lebih maju dan makmur,” tegasnya, disambut gemuruh takbir dari hadirin.
Dengan logat Aceh yang kental, Mualem kemudian menegaskan kembali jati diri Aceh di hadapan ribuan jamaah:
“Bek watei tapeugot tes baca Al-Qur’an eunteuk ka yo. Nyan kunci tanyoe Seuramoe Mekkah, meuhan peu syit ta ok-ok tanyoe Seramoe Mekkah.”
(Jangan takut kalau ada tes baca Al-Qur’an. Itu kunci kita sebagai daerah Serambi Makkah, jangan hanya namanya saja Serambi Makkah.)
Bagi Mualem, Al-Qur’an bukan hanya kitab suci, ia adalah jiwa dari masyarakat Aceh, sumber kekuatan yang menuntun kehidupan agar tetap beradab dan bermartabat.
Laporan Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi mencatat, MTQ ke-37 ini diikuti 1.986 orang, terdiri atas 1.212 peserta, 113 pelatih, serta 661 ofisial pendamping dan tim medis.
Ada sembilan cabang lomba yang digelar di 11 arena, dengan pusat kegiatan di Kompleks Perkantoran Pemkab Pidie Jaya.
Namun, lebih dari angka, yang tampak malam itu adalah semangat kebersamaan –antara pemerintah, ulama, aparat keamanan, dan masyarakat.
Ketika malam semakin larut, Mualem menutup pidatonya dengan kalimat yang menyentuh hati.
“Supaya betul-betul Aceh menjadi negeri syariat Islam yang kita banggakan. Al-Qur’an juga membuat kita selamat di dunia dan akhirat. Karena Al-Qur’an adalah segalanya bagi kita, apalagi kita di Aceh yang mayoritas umat Islam.”
Kata-kata itu bergema di tengah malam Meureudu, bukan sekadar pesan dari seorang pemimpin, tetapi juga doa dari seorang anak Aceh yang ingin melihat tanah kelahirannya terus hidup dalam cahaya wahyu.
Dan malam itu, di bawah sinar lampu panggung MTQ, masyarakat Aceh seakan diingatkan kembali: bahwa dalam setiap lantunan ayat suci, tersimpan kekuatan yang menyatukan, menenangkan, dan menuntun langkah menuju masa depan yang diridhai Allah.




















