DPRK

Kabel Provider Liar di Banda Aceh Tak Berizin & Tak Bayar Pajak, Wakil Ketua DPRK Desak Pemko Lahirkan Qanun Jaringan Utilitas Terpadu

×

Kabel Provider Liar di Banda Aceh Tak Berizin & Tak Bayar Pajak, Wakil Ketua DPRK Desak Pemko Lahirkan Qanun Jaringan Utilitas Terpadu

Sebarkan artikel ini
Wakil Ketua DPRK Banda Aceh Musriadi

Habanusantara.net, Kondisi kabel provider internet yang menjuntai sembarangan dan tak tertata rapi di Banda Aceh kini mendapat sorotan tajam dari Wakil Ketua DPRK, Dr Musriadi Aswad MPd.

Ia mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh segera membentuk Qanun Jaringan Utilitas Terpadu, sebagai solusi regulatif untuk menata kembali infrastruktur jaringan yang dinilai tidak berizin, tak membayar pajak, dan bahkan membahayakan keselamatan warga.

Menurutnya, situasi ini bukan lagi sekadar masalah estetika kota, tapi telah masuk ke ranah keselamatan publik.

Baca jugaKunjungi RSUD Meuraxa, Komisi IV DPRK Banda Aceh Minta Perbaikan IGD

Musriadi bahkan mengaku dirinya pernah menjadi korban kabel yang menjuntai ke jalan.

“Jelas dengan tidak tertatanya kabel-kabel itu mengurangi estetika kota dan mengancam keselamatan warga. Saya sendiri pernah jadi korban,” ujar politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, Minggu (29/6/2025).

Ia menekankan bahwa regulasi berbentuk qanun dapat menjadi payung hukum untuk mengatur keberadaan dan pengelolaan jaringan utilitas—baik kabel bawah tanah maupun kabel udara—agar tidak terus-menerus dibiarkan liar tanpa pengawasan.

“Dengan adanya qanun, provider akan lebih serius mengawasi kabel miliknya. Jangan sampai ada warga lain jadi korban karena semrawutnya jaringan ini,” tegasnya.

Ia juga menekankan, bahwa qanun ini tidak dimaksudkan untuk menghambat investasi digital, melainkan mendorong penyelenggaraan layanan telekomunikasi yang lebih bertanggung jawab dan berkontribusi bagi kota.

Musriadi menegaskan dirinya tidak anti-investasi. Justru sebaliknya, ia sangat terbuka terhadap masuknya investor ke Banda Aceh, termasuk dari sektor digital dan teknologi.

Namun, menurutnya, keselamatan masyarakat dan estetika kota harus tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan infrastruktur digital.

“Saya tidak alergi terhadap investasi. Tapi utamakan keselamatan warga. Banyak masyarakat melaporkan kepada kami soal kabel liar. Kepedulian provider sangat lemah,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Musriadi menyayangkan masih minimnya pengawasan dari pemerintah terhadap provider yang menancapkan tiang jaringan tanpa izin resmi.

Bahkan, banyak dari mereka tak memberi kontribusi sedikit pun kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kabel Tanpa Izin: Tak Bayar Pajak, Tak Menyumbang PAD

Salah satu sorotan paling tajam dari pernyataan Musriadi adalah soal kontribusi ekonomi dari keberadaan kabel-kabel provider tersebut.

Ia menilai selama ini banyak tiang jaringan yang berdiri tanpa izin, dan tidak memberikan dampak finansial positif bagi Banda Aceh.

“Sampai saat ini banyak tiang jaringan internet di Banda Aceh berdiri tanpa izin. Keberadaannya tidak menyumbang PAD untuk daerah,” tegas Musriadi.

Hal ini, menurutnya, menambah daftar panjang ironi di tengah upaya Pemko Banda Aceh untuk meningkatkan pendapatan daerah dan mendorong pembangunan berbasis digital.

Pembentukan Qanun Jaringan Utilitas Terpadu diyakini akan menjadi langkah strategis menuju tata kota yang lebih modern dan berstandar nasional.

Melalui qanun tersebut, setiap provider akan diwajibkan mengantongi izin, mematuhi jalur jaringan yang ditetapkan, dan berkontribusi terhadap PAD sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain itu, regulasi ini juga diharapkan menjadi bentuk tanggung jawab sosial dan profesional dari para pelaku industri telekomunikasi dalam menjaga keselamatan dan kenyamanan warga kota.

“Regulasi ini penting sebagai dasar hukum untuk menata jaringan utilitas yang semrawut, terutama kabel yang berseliweran tak beraturan. Harus ada kepastian hukum,” ujarnya.

Tak cukup hanya membangun kota pintar (smart city), tapi juga harus memperhatikan aspek keselamatan, estetika, dan kontribusi ekonomi.

Jika Qanun Jaringan Utilitas Terpadu berhasil diwujudkan, Banda Aceh bisa menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia dalam menertibkan jaringan kabel liar yang selama ini menjadi masalah klasik namun sering luput dari penindakan tegas.[*]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close