Nasional

Cerita Pasangan Suami Istri Naik Haji Setelah 20 Tahun Jualan Pisang Goreng

×

Cerita Pasangan Suami Istri Naik Haji Setelah 20 Tahun Jualan Pisang Goreng

Sebarkan artikel ini
Cerita Pasangan Suami Istri Naik Haji Setelah 20 Tahun Jualan Pisang Goreng. Foto: Humas Kemenag

Habanusantara.net – Perjalanan spiritual menuju Tanah Suci kerap kali menyimpan kisah luar biasa di baliknya. Seperti yang dialami pasangan suami istri asal Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Fadli Hariadi dan Arbainah.

Setelah 20 tahun mengais rezeki dari berjualan pisang goreng di pinggir jalan, kini impian mereka untuk menjadi tamu Allah SWT akhirnya terwujud.

Fadli dan Arbainah tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter) 14 Embarkasi Medan (KNO 14) untuk musim haji 2025. Keduanya memulai perjalanan ini dari titik yang mungkin bagi sebagian orang terasa sangat sederhana.

Keduanya berawal dari sebuah lapak kecil di Desa Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu. Namun dari tempat sederhana itulah, harapan besar ditanam dan dipupuk dengan sabar selama puluhan tahun.

“Sebelumnya saya bersama istri mendaftar haji dengan menyetorkan Rp25 juta per orang untuk mendapatkan nomor porsi. Alhamdulillah penantian panjang menjadi Tamu Allah bisa terwujud,” ujar Fadli, seperti dilansir dari situs Kemenag, pada Sabtu 17 Mei 2025.

Fadli menceritakan, sejak tahun 2005 dirinya bersama sang istri telah menekuni usaha kecil berjualan pisang goreng di tepi jalan. Tanpa kenal lelah, mereka membuka lapak setiap hari mulai pukul delapan pagi hingga empat sore.

“Setiap hari mulai pukul 8 pagi sampai pukul 4 sore saya berjualan bersama istri. Setiap hari kami jualan tidak ada hari libur, jika merasa lelah kami baru libur,” ungkapnya.

Dengan penuh ketekunan, pasangan yang memiliki dua anak ini menyisihkan sebagian pendapatan untuk tabungan haji. Meski penghasilan tak menentu, semangat mereka tak pernah surut.

“Pendapatannya tidak menentu Pak, terkadang ramai, namun juga terkadang sepi. Namun kami menjalaninya dengan penuh kesabaran karena rezeki sudah diatur Allah SWT,” ucapnya.

Cerita mengharukan datang dari Arbainah, yang mengenang masa-masa berat saat anak-anak mereka masih kecil. Dalam kondisi yang serba terbatas, keduanya tetap bertahan demi mengejar impian berhaji.

“Saat anak kami masih bayi, saya bersama suami memasang kain gendong dan mengayunkan anak kami di ranting sebatang pohon di dekat kami berjualan. Saat itu tempat berjualan kami masih berupa tenda bongkar pasang,” kata Arbainah.

“Anak kami besar-besar di jalan lah Pak,” lanjutnya sambil tersenyum.

Kini, saat panggilan suci itu datang, Fadli dan Arbainah hanya berharap diberi kekuatan dalam menjalankan seluruh rangkaian ibadah.

Mereka juga tak lupa mendoakan keluarga dan orang-orang tercinta yang belum sempat berangkat haji, agar kelak dapat menyusul ke Tanah Suci.

Di tengah derasnya arus modernitas dan impian serba instan, kisah Fadli dan Arbainah memberi pesan kuat bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari hal kecil, bila disertai kesabaran dan keteguhan hati.

“Melalui kisah Pasutri ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita bekerja keras diiringi doa dan kesabaran, jika Allah SWT berkehendak segala jalan akan dimudahkan.”

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close