Habanusantara.net, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bireuen semakin intensif menggalakkan program edukasi masyarakat, pelatihan, serta pendampingan kader kesehatan untuk mencegah stunting di wilayahnya.
Berbagai upaya dilakukan dengan melibatkan tenaga kesehatan dan kader di 630 posyandu yang tersebar di seluruh desa, guna menurunkan angka stunting yang menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 tercatat mencapai 32,9%.
Isinya
Memahami Stunting, Penyebab, dan Ciri-Cirinya
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kurangnya asupan gizi yang terjadi dalam waktu lama, terutama sejak 1.000 hari pertama kehidupan.
Anak yang mengalami stunting biasanya memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari anak seusianya, serta dapat mengalami keterlambatan perkembangan.
“Stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang seimbang, terutama protein dan mikronutrien, infeksi yang berulang, serta kurangnya akses pada sanitasi yang layak,” kata dr. Irwan A. Gani, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen.
Ciri-ciri anak stunting, lanjutnya, di antaranya adalah tubuh yang lebih pendek dari rata-rata, keterlambatan dalam perkembangan motorik, serta adanya masalah kognitif seperti kesulitan dalam berkonsentrasi.
“Anak yang mengalami stunting juga berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit infeksi akibat daya tahan tubuh yang rendah,” tambah dr. Irwan.
Upaya Dinkes Bireuen dalam Menekan Angka Stunting
Kepala Dinkes Bireuen, dr. Irwan A. Gani, menjelaskan bahwa pihaknya melaksanakan berbagai kegiatan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di setiap tingkatan, mulai dari kabupaten, kecamatan, hingga gampong.
“Kami memiliki 3.150 kader yang tersebar di 630 posyandu di seluruh desa. Sejak tahun 2022 hingga kini, kami terus memperkuat tenaga kesehatan dengan pelatihan, orientasi, dan pendampingan menggunakan anggaran DAU, DAK non-fisik, serta Dana Desa,” ujar dr. Irwan.
Berbagai kegiatan yang telah dilakukan dan akan terus berlanjut di tahun 2024 antara lain pelatihan pemantauan tumbuh kembang bagi kader dan guru PAUD, pendampingan tim ahli dokter spesialis anak dan kandungan ke puskesmas, serta pertemuan evaluasi intervensi spesifik stunting.
Selain itu, Dinkes Bireuen juga fokus pada pendampingan dan pemantauan pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal tinggi protein hewani, orientasi antropometri bagi petugas dan kader, serta refresher sistem 5 meja di posyandu untuk meningkatkan kualitas layanan.
Dinkes Bireuen juga menggelar sosialisasi posyandu terintegrasi dan jambore kader, serta melakukan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi program bagi pengelola posyandu.
Upaya lainnya mencakup pendampingan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat rukun tetangga, rapat pembentukan dan evaluasi jejaring skrining layak hamil, ANC, dan stunting, serta supervisi program kesehatan ibu dan anak dan gizi di posyandu.
Dalam upaya meningkatkan kesehatan remaja putri dan ibu hamil, Dinkes Bireuen memberikan Tablet Tambah Darah (TTD), melakukan skrining anemia, dan memastikan pemeriksaan kehamilan (ANC) minimal enam kali, termasuk pemeriksaan dengan dokter dan USG.
Balita yang mengalami masalah gizi, seperti underweight, wasting, dan gizi buruk, mendapatkan penanganan khusus, sementara makanan tambahan berbahan pangan lokal tinggi protein hewani diberikan kepada balita bermasalah gizi.
Inovasi Dinkes Bireuen dalam Upaya Mencegah Stunting
Selain Peningkatan kapasitas Nakes dan kader posyandu melalui edukasi, pelatihan serta pendampingan dalam layanan penanganan stunting, Dinas Kesehatan Bireuen juga memiliki program inovasi sebagai terobosan percepatan penurunan kasus stunting di Bireuen.
Bersama pemerintah kabupaten bireuen berbagai inovasi seperti Mee Bu Gatheng, Gampong BERISEHATI dan inovasi KAMPUNH KEREN TANPA ASAP ROKOK bersinergi dg program nasional utk mencegah dan menurunkan kasus stunting di kabupaten bireuen.
Kendala dalam Program Pencegahan Stunting
Meski telah melaksanakan berbagai upaya, Dinkes Bireuen menghadapi tantangan signifikan dalam pelaksanaan program pencegahan stunting.
Salah satu kendala utama adalah rendahnya komitmen beberapa pemerintah gampong dalam mengalokasikan Dana Desa (DD) untuk program stunting.
Selain itu, dr. Irwan menambahkan, Masih banyak masyarakat yang sangat bergantung pada bantuan pemerintah dalam hal penyediaan PMT dan infrastruktur sanitasi.
Ini memperlambat upaya perubahan perilaku terkait kebersihan dan asupan gizi.
Dinkes juga menghadapi kesulitan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berhenti buang air besar sembarangan serta memperbaiki kebiasaan konsumsi PMT yang belum sepenuhnya diperuntukkan bagi anak yang berisiko stunting.
Sejak 2022, Dinkes Bireuen telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah stunting, antara lain pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) kepada remaja putri minimal satu tablet setiap minggu melalui kegiatan Gerakan Aksi Bergizi.
Mereka juga melakukan screening anemia pada remaja putri dan memberikan TTD pada ibu hamil minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Selain itu, pemeriksaan kehamilan (ANC) dilakukan minimal enam kali, termasuk dua kali pemeriksaan dengan dokter dan USG.
Dinkes Bireuen memberikan makanan tambahan berbahan pangan lokal kepada ibu hamil dengan kondisi kekurangan energi kronis (KEK) dan melakukan pemantauan pertumbuhan serta perkembangan balita di posyandu setiap bulan.
Edukasi terkait ASI eksklusif juga diberikan pada anak usia 0 hingga 6 bulan, sementara balita bermasalah gizi mendapatkan makanan tambahan berbahan pangan lokal tinggi protein hewani.
Pendampingan dalam pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) bagi anak usia 6 hingga 24 bulan serta tata laksana balita bermasalah gizi, seperti underweight, wasting, dan gizi buruk dengan melibatkan dokter spesialis anak, merupakan bagian dari langkah-langkah pencegahan stunting yang dilakukan.
Upaya lainnya meliputi stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang balita, pemberian imunisasi wajib dan tambahan sesuai jadwal yang ditentukan, serta pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Dinkes Bireuen juga melakukan kegiatan peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader kesehatan untuk mempercepat penurunan stunting, pengadaan alat antropometri sesuai standar, serta merujuk balita bermasalah gizi ke puskesmas dan rumah sakit. Selain itu, koordinasi lintas sektor terkait akses sanitasi layak dan air minum juga menjadi fokus utama.
Menurut data terbaru dari aplikasi E-PPGBM per September 2023, prevalensi stunting di Bireuen tercatat sebesar 2,8%, setara dengan 998 kasus.
Melalui edukasi berkelanjutan dan pendampingan intensif, Dinkes Bireuen menargetkan agar masyarakat semakin sadar pentingnya pemenuhan gizi dan sanitasi sebagai langkah preventif dalam menciptakan generasi yang lebih sehat dan berkualitas.
Ajak Orang Tua Berikan MP-ASI Kaya Protein Hewani
Selain itu, dr. Irwan mengajak para orang tua untuk memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang kaya protein hewani.
Protein hewani seperti daging, ikan, dan telur dinilai penting untuk pertumbuhan optimal anak.
“Selain nutrisi, pemantauan pertumbuhan anak secara rutin sangat penting. Jika berat badan anak tidak naik, segera periksa ke dokter di puskesmas untuk penanganan lebih lanjut,” tambahnya.
Cara Mencegah Stunting
Ia memberikan beberapa langkah efektif yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mencegah stunting:
- Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan anak.
- Memberikan MP-ASI yang sesuai dengan umur anak dan kaya akan nutrisi, terutama protein hewani.
- Rutin memeriksakan perkembangan, pertumbuhan, dan status gizi anak ke dokter atau puskesmas.
- Melengkapi imunisasi wajib dan tambahan sesuai jadwal yang ditentukan.
- Memberikan stimulasi yang tepat sesuai dengan usia bayi untuk mendukung perkembangan kognitif dan motorik.
- Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar tetap sehat.
- Segera membawa bayi ke rumah sakit atau dokter jika sakit.[***]