Habanusantara.net, Masjid Tuha Ulee Kareng, sebuah warisan sejarah Islam yang berusia 179 tahun, kini diakui sebagai situs cagar budaya yang penting bagi perjalanan sejarah Aceh.
Terletak di Gampong Ie Masen, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, masjid ini menjadi saksi bisu dari masa kejayaan Islam di Serambi Mekkah.
Sebagai tempat ibadah yang penuh nilai sejarah, masjid ini bukan hanya sekadar tempat salat, namun juga menjadi objek wisata religi yang menarik perhatian banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Dari luar, Masjid Tuha Ulee Kareng tampak kokoh berdiri dengan 16 tiang kayu yang menjadi pondasinya. Berbentuk segitiga yang berkerut ke atas, masjid ini mengusung arsitektur tradisional yang tetap terjaga meskipun beberapa kali dilakukan renovasi.
Pada awalnya, atap masjid ini menggunakan daun rumbia, namun kini digantikan dengan atap baja, sementara alas lantai yang dulunya terbuat dari tanah kini telah digantikan dengan keramik. Keaslian masjid tetap terjaga, khususnya pada bagian dinding yang masih menggunakan kayu bercelah untuk menjaga kebersihan dan sirkulasi udara.
Masjid ini didirikan sekitar tahun 1845 oleh Teuku Meurah Lamgapang, seorang tokoh penting dalam penyebaran Islam di Aceh. Sebagai pusat kegiatan keagamaan, masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, namun juga menjadi saksi perjuangan rakyat Aceh dalam melawan penjajahan Belanda.
Masjid Tuha Ulee Kareng dikenal juga sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Aceh, dengan semangat jihad yang dibakar di sini untuk memperjuangkan kemerdekaan. Hal ini menjadikan masjid ini bukan hanya sebuah bangunan, tetapi simbol dari perlawanan dan keteguhan iman masyarakat Aceh.
Tgk. Saifuddin, salah satu pengurus Masjid Tuha Ulee Kareng, menuturkan bahwa sejak ditetapkan sebagai situs cagar budaya pada tahun 2023, banyak wisatawan yang datang, terutama pada bulan Ramadhan.
“Pada malam-malam terakhir bulan puasa, banyak wisatawan dari Yaman yang datang untuk beribadah Qiyamul Lail di sini,” katanya.
Masjid ini memang menjadi tempat ziarah bagi masyarakat yang ingin mengenang perjuangan para ulama dan pejuang Islam Aceh, termasuk makam Habib Abdullah bin Hussen Al Mahdali, seorang ulama asal Yaman yang menyebarkan Islam di Aceh pada masa itu.
Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid ini kini juga menjadi destinasi wisata religi yang penting bagi Aceh. Menurut Saifuddin, meskipun banyak pengunjung yang datang untuk berziarah dan beribadah, masjid ini tetap mempertahankan nilai-nilai keaslian dan sejarahnya. “Kami menjaga masjid ini agar tetap asli dan tidak banyak melakukan renovasi besar-besaran. Bagi kami, sejarahnya sangat penting, dan masjid ini memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Tidak hanya masyarakat sekitar, masjid ini juga banyak menarik perhatian pengunjung dari luar daerah. Naufal Habibi, seorang pecinta sejarah yang baru-baru ini mengunjungi masjid ini, mengungkapkan kekagumannya.
“Saya sangat tertarik dengan sejarah masjid ini. Setiap detailnya bercerita banyak tentang perkembangan Islam di Aceh. Masjid ini harus dipertontonkan lebih banyak kepada khalayak umum,” ujarnya. Bagi Naufal, Masjid Tuha Ulee Kareng memiliki keindahan yang tak hanya terlihat dari arsitekturnya, tetapi juga dari makna sejarah yang terkandung di dalamnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Wisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal, juga menekankan pentingnya pemeliharaan dan pengelolaan Masjid Tuha Ulee Kareng sebagai situs cagar budaya. “Masjid ini menunjukkan bahwa sejak dahulu Ulee Kareng telah menjadi pusat keagamaan bagi umat Islam. Sebagai situs cagar budaya, masjid ini berpotensi menjadi objek wisata religi yang dapat menarik lebih banyak pengunjung,” kata Almuniza. Ia berharap masyarakat setempat dapat terus menjaga dan merawat masjid ini agar keberadaannya tetap terjaga, dan agar generasi mendatang dapat menikmati keindahan serta nilai sejarah yang ada di dalamnya.
Pemerintah, melalui Disbudpar Aceh, juga telah melakukan beberapa upaya untuk melestarikan masjid ini.
Almuniza menambahkan, “Kami sudah melakukan beberapa perbaikan sarana dan prasarana di masjid ini, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, seperti fasilitas parkir kendaraan yang masih terbatas. Kami akan terus berupaya untuk membuat masjid ini lebih nyaman bagi para pengunjung.” Dukungan dari masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan kelestarian situs bersejarah ini.
Masjid Tuha Ulee Kareng kini tidak hanya menjadi tempat ibadah yang sakral, tetapi juga simbol kebanggaan bagi masyarakat Aceh.
Dengan kekayaan sejarah yang dimilikinya, masjid ini menjadi tempat yang wajib dikunjungi bagi siapa saja yang ingin menyelami perjalanan panjang sejarah Islam di Aceh. Bagi wisatawan yang ingin berkunjung, mereka dapat merasakan atmosfer religius yang kental sambil menyusuri lorong waktu yang membawa mereka kembali ke masa lalu, di mana Islam pertama kali berkembang di tanah Serambi Mekkah.***