BeritaHeadline

36 PAUD Gelar Wisuda Besar-besaran, Abaikan Larangan Resmi Disdikbud Aceh Besar

×

36 PAUD Gelar Wisuda Besar-besaran, Abaikan Larangan Resmi Disdikbud Aceh Besar

Sebarkan artikel ini
Wisuda 36 Paud di Aceh Besar(Foto:Dok Ist)

Habamusantara.Net | Larangan resmi yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Besar tampaknya tak digubris oleh puluhan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di wilayah setempat.

Sebanyak 36 PAUD dari lima kecamatan di Wilayah V Aceh Besar tetap menggelar wisuda dan pagelaran seni secara besar-besaran pada 12–13 Mei 2025 di Auditorium Ali Hasyimi, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Acara ini berlangsung meriah layaknya pesta kelulusan mahasiswa, lengkap dengan panggung megah, sorotan lampu, kostum meriah, dan dekorasi mencolok. Ironisnya, seluruh biaya kegiatan ditanggung oleh wali murid—kebijakan yang dinilai bukan hanya membebani ekonomi keluarga, tapi juga mencederai semangat penyederhanaan pendidikan anak usia dini.

Padahal, larangan penyelenggaraan wisuda dan study tour telah ditegaskan dalam Surat Edaran Nomor 427/633/2025 yang diterbitkan Disdikbud Aceh Besar pada 9 Mei 2025. Surat yang ditandatangani Kepala Disdikbud Bahrul Jamil, S.Sos., M.Si. itu menyatakan bahwa kegiatan seremonial semacam wisuda PAUD dilarang karena berpotensi menimbulkan pemborosan dan tekanan ekonomi terhadap orang tua murid.Namun kenyataan di lapangan berkata lain.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, wali murid dikenakan biaya antara Rp400.000 hingga Rp500.000 per anak. Biaya ini mencakup cetak ijazah, sewa gedung, toga, piala, dan tiket masuk pendamping. Belum lagi biaya tambahan untuk kostum pertunjukan seni yang berkisar Rp100.000–Rp150.000. Semua pungutan ini dikabarkan wajib dibayar, terlepas dari partisipasi anak dalam kegiatan.

“Kami tetap diminta membayar meskipun anak kami tidak ikut tampil. Seolah ini kewajiban mutlak,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya. “Ini bukan anak kuliah, tapi anak usia 5 tahun. Kenapa harus semewah ini?”

Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan Disdikbud. Jika surat edaran resmi saja bisa diabaikan secara kolektif, bagaimana nasib aturan-aturan lain? Apakah larangan tersebut hanya sebatas formalitas administrasi?

Ketua Panitia Pergelaran Seni PAUD, Fitriyanti, menjelaskan bahwa kegiatan ini melibatkan 36 lembaga PAUD dari Kecamatan Mesjid Raya, Baitussalam, Krueng Barona Jaya, Darussalam, dan Kuta Baro. Ia menyebut total peserta mencapai 600 anak yang menampilkan berbagai pertunjukan seni, seperti tarian tradisional, nyanyian, gerak dan lagu, hingga drama musikal.

“Acara ini juga dihadiri para Bunda PAUD kecamatan yang memberikan dukungan langsung,” ujarnya, dikutip dari suaraacehheadline.com.

Sementara itu, Ketua Wilayah V Himpaudi, Sukma, menilai kegiatan seni ini sebagai bagian penting dari proses pembelajaran anak. “Melalui seni, anak-anak belajar tampil percaya diri, bekerja sama, dan mengenal budaya,” jelasnya. Ia juga berterima kasih kepada para orang tua yang mendukung kegiatan ini.

Hal senada disampaikan Ketua Himpaudi Aceh Besar, Della Tiarta Sari, S.T., yang menyebut pagelaran seni sebagai wadah penting bagi tumbuh kembang anak. “Setiap anak punya potensi unik, dan seni memberi ruang bagi potensi itu untuk tumbuh,” ujarnya.

Selama dua hari pelaksanaan, anak-anak tampil antusias dan menghibur. Penampilan mereka menuai apresiasi dari para orang tua yang tampak bangga. Namun di balik kemeriahan itu, tersisa perdebatan tentang batas wajar antara mendukung kreativitas anak dan membebani keluarga dengan biaya seremonial yang tak wajib.

Kegiatan ini mengingatkan bahwa pendidikan anak usia dini bukan sekadar soal akademik atau pertunjukan, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan sosial terhadap orang tua serta konsistensi dalam menegakkan kebijakan pendidikan.

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close