Habanusantara.net– Penjabat (Pj) Wali Kota Banda Aceh, Ade Surya, mendorong implementasi hasil 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium sebagai bagian dari upaya pembangunan berkelanjutan. Simposium internasional yang berlangsung di Banda Aceh sejak 12 hingga 14 November 2024 itu resmi ditutup pada Kamis (14/11/2024) di Hermes Palace Hotel, diikuti oleh perwakilan dari 54 negara dengan tema besar “Refleksi Dua Dekade Tsunami Samudra Hindia 2004.”
Dalam pidato penutupannya, Ade Surya menyampaikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif BMKG dan UNESCO yang menghadirkan acara bersejarah ini di Banda Aceh. Menurutnya, simposium tersebut menjadi momentum strategis untuk merefleksikan pelajaran dari bencana tsunami 2004 serta merumuskan langkah konkret dalam mitigasi dan peringatan dini tsunami di masa depan.
“Alhamdulillah, hari ini kita menutup salah satu agenda penting yang membawa kita untuk belajar dari masa lalu sekaligus memperkuat langkah mitigasi ke depan. Ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia internasional,” ungkap Ade Surya.
Ia menekankan bahwa meskipun Banda Aceh telah bertransformasi menjadi kota tangguh dengan infrastruktur modern dan sistem peringatan dini yang andal, ancaman bencana tidak pernah sepenuhnya hilang. Perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, dan aktivitas seismik di kawasan Samudra Hindia menjadi tantangan nyata yang harus terus diantisipasi.
“Semangat bangkit masyarakat Aceh pasca-tsunami menjadi inspirasi bagi dunia. Namun, kewaspadaan tetap harus menjadi prioritas. Pemerintah Kota Banda Aceh berkomitmen untuk terus meningkatkan mitigasi bencana dengan melibatkan semua pihak, khususnya masyarakat,” tegasnya.
Simposium ini menghasilkan banyak rekomendasi berharga dari para ahli, mulai dari temuan penelitian terbaru, pembaruan teknologi peringatan dini, hingga strategi pemberdayaan masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana. Ade Surya menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji hasil-hasil tersebut untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan pembangunan kota yang berorientasi pada keberlanjutan.
Salah satu aspek penting yang ia soroti adalah keterlibatan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Ia menilai masyarakat adalah garda terdepan yang memiliki peran kunci dalam mitigasi bencana. Oleh karena itu, peningkatan kesadaran dan pemberdayaan masyarakat menjadi bagian integral dari program pembangunan kota.
“Masyarakat harus terus diedukasi dan diberdayakan. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi penerima informasi tetapi juga pelaku aktif dalam setiap upaya mitigasi,” jelasnya.
Ade Surya juga menyampaikan apresiasi terhadap keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan sistem peringatan dini tsunami berbasis teknologi, seperti Ina-TEWS (Indonesia Early Warning System). Sistem ini dirancang untuk memberikan peringatan dini yang responsif terhadap karakteristik wilayah dan kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya di daerah pesisir.
“Ina-TEWS telah menjadi andalan, termasuk di pesisir barat Aceh yang merupakan salah satu wilayah terdampak terparah tsunami 2004. Inovasi ini diperkuat oleh kehadiran komunitas desa siaga tsunami yang membuktikan bahwa kesiapsiagaan masyarakat adalah kunci utama,” ujar Ade Surya.
Penutupan simposium ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kolaborasi global dalam menghadapi ancaman tsunami. Ade Surya berharap kerjasama internasional dapat semakin diperkuat untuk membangun kapasitas negara-negara di kawasan rawan bencana, termasuk Indonesia, dalam merespons potensi ancaman secara lebih efektif.
“Kesiapsiagaan adalah tanggung jawab bersama. Kita harus memastikan bahwa semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun komunitas internasional, memiliki peran aktif dalam mengurangi risiko bencana,” tambahnya.
Dengan selesainya acara ini, Banda Aceh kembali menegaskan posisinya sebagai kota yang tidak hanya bangkit dari bencana tetapi juga menjadi pusat pembelajaran dan inovasi dalam mitigasi bencana. Hasil-hasil simposium ini diharapkan tidak hanya menjadi wacana, tetapi dapat diimplementasikan untuk melindungi masyarakat dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan di masa mendatang.
Ade Surya menutup sambutannya dengan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam keberhasilan simposium, termasuk narasumber, peserta, dan masyarakat Banda Aceh yang telah menjadi tuan rumah yang baik. “Mari kita jadikan hasil simposium ini sebagai panduan untuk membangun masa depan yang lebih aman dan tangguh,” tutupnya.
Dengan refleksi mendalam dari acara ini, Banda Aceh dan seluruh dunia diharapkan dapat terus meningkatkan kesadaran, kesiapsiagaan, dan kolaborasi untuk menghadapi tantangan bencana alam, menjadikan pengalaman masa lalu sebagai fondasi untuk melindungi generasi mendatang.[***]