Haba Nusantara.net, Dalam pernyataan terbarunya, Kepala Bidang Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menuduh Israel memberikan dukungan finansial kepada Hamas, partai yang berkuasa di Gaza, dengan tujuan melemahkan Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Fatah. Saat ini, Hamas mengendalikan Gaza, sementara Fatah berkuasa di Tepi Barat.
Dalam pidatonya di Universitas Valladolid di Spanyol pada Jumat (19/1/2024), Borrell menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghalangi setiap upaya untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Namun, Borrell tidak memberikan bukti untuk mendukung dua klaimnya tersebut.
“Berita buruknya adalah bahwa Israel, terutama pemerintahnya, sepenuhnya menolak solusi dua negara, dan kemarin Netanyahu mengulanginya, seolah dia sudah memprediksi pernyataan saya hari ini,” ujar Borrell seperti dikutip dari Euro News.
Klaim ini muncul sehari setelah Netanyahu menolak permintaan Amerika Serikat (AS) terkait pembentukan negara Palestina. Borrell menekankan keyakinannya bahwa solusi dua negara harus diimpos dari luar untuk mencapai perdamaian, mengutuk Israel karena terus menolak pendekatan ini dan menuduhnya berkontribusi pada pembentukan Hamas.
“Pendirian Palestina setelah perang Hamas-Israel adalah tujuan utama negara-negara Barat,” tegas Borrell.
Selama kunjungannya ke Lebanon awal bulan ini, Borrell menyatakan bahwa pembentukan negara Palestina adalah satu-satunya solusi untuk membawa perdamaian dan keamanan bagi Israel dan Palestina. Dalam pidatonya di Spanyol, ia menyatakan bahwa semua pihak mendukung solusi dua negara, kecuali Israel.
Sejak pecahnya perang Hamas-Israel pada 7 Oktober 2023, Borrell secara konsisten meminta pengurangan eskalasi dan mendesak agar gencatan senjata di Gaza menjadi permanen untuk memungkinkan negosiasi perdamaian.
“Jika kita tidak turun tangan dengan kuat, kebencian dan kejahatan akan terus ada dari generasi ke generasi, dari pemakaman ke pemakaman, ketika biji kebencian yang ditanam di Gaza tumbuh,” katanya.
Borrell sebelumnya juga mengritik para pemukim Israel di Tepi Barat, menyebut mereka ilegal, meskipun belum ada tindakan nyata dari komunitas internasional untuk menanggapi ilegalitas tersebut.
Netanyahu Menolak Solusi Dua Negara
Menanggapi tuduhan Borrell dan konteks konflik Israel-Palestina secara lebih luas, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak ide pembentukan negara Palestina setelah berakhirnya perang Hamas-Israel. Netanyahu, dalam konferensi pers pada Kamis malam (18/1/2024), bersumpah untuk menentang rencana AS terkait pembentukan negara Palestina.
Pemerintahan Biden disebut-sebut bersedia mengesampingkan Netanyahu untuk mewujudkan solusi dua negara dan menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menegaskan bahwa Israel tidak dapat mencapai “keamanan yang nyata” tanpa adanya negara Palestina.
“Siapa pun yang berbicara tentang ‘era pasca-Netanyahu’ pada dasarnya berbicara tentang pembentukan negara Palestina dengan Otoritas Palestina,” ujar Netanyahu, menekankan bahwa sebagian besar warga Israel menolak pembentukan negara Palestina, dan ia berjanji untuk terus menentangnya.
Netanyahu berargumen bahwa konflik Israel-Palestina yang berlangsung puluhan tahun bukan disebabkan oleh ketiadaan negara Palestina, melainkan karena adanya negara Yahudi. Ia menegaskan bahwa Israel harus menjaga “kontrol keamanan” atas seluruh wilayah di barat Sungai Yordan, termasuk Israel, Tepi Barat, dan Gaza, meskipun hal ini bertentangan dengan aspirasi kedaulatan Palestina.
“Apa yang bisa kalian lakukan? Saya menyampaikan realitas ini kepada teman-teman kita di Amerika,” ujar Netanyahu.
Minggu lalu, Netanyahu dikabarkan menolak proposal dari Blinken yang menyebutkan bahwa Arab Saudi akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika Israel membuka jalan bagi pembentukan negara Palestina.[]