Namun solusinya, situs-situs itu bisa terlindungi, pembangunan dapat berjalan. Oleh karena saat ini belum adanya payung hukum hingga kesannya pemerintah main hantam kromo.
Oleh karena itu kita berupaya semaksimal mungkin di DPRK Banda Aceh, untuk segera melakukan pembahasan qanun tersebut agar tidak terjadi benturan – benturan di masyarakat.
“Kita di DPRK terus berupaya semaksimal mungkin bekerja secara ekstra agar dapat melahirkan qanun cagar budaya tersebut,” tandasnya.
Heri Julius menyebutkan Insya Allah, pertengahan Oktober tahun ini, akan meninjau kembali kelapangan dengan mengundang sejumlah stakeholder terkait, tokoh tokoh agama , masyarakat, sejarah , adat dan seluruh komponen masyarakat yang terlibat.



















