Habanusantara.net – Krisis listrik yang kembali melanda Aceh memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan. Salah satu suara paling tajam datang dari mantan aktivis referendum 1999, Darnisaf Husnur atau Bang Saf, yang menilai pemadaman tanpa pola telah berubah menjadi ancaman serius bagi masa depan Aceh.
Dalam keterangannya kepada Habanusantara, Minggu (16/11/2025), Bang Saf menegaskan bahwa listrik hidup–mati yang terus berulang tidak lagi bisa dianggap sebagai kelalaian teknis, melainkan sebagai indikasi kegagalan tata kelola kelistrikan.
“Pemadaman seperti ini bukan sekadar gangguan. Ini tanda bahwa sistem kelistrikan Aceh sedang sakit, dan rakyat yang menanggung akibatnya,” kata Bang Saf.
Ia menyebut kondisi listrik Aceh kini sudah mencapai level yang mengkhawatirkan. Dalam era digital dan industri seperti sekarang, listrik yang tidak stabil sama artinya dengan mematikan peluang ekonomi masyarakat.
“Bagaimana UMKM bisa beroperasi? Bagaimana investor mau datang? Ini pukulan telak bagi ekonomi Aceh,” tegasnya.
Lebih jauh, Bang Saf menilai pemadaman tanpa pemberitahuan mencerminkan ketidakseriusan pemangku kebijakan dalam mengelola sektor vital. Ia juga menyoroti ketimpangan perlakuan antara penyedia layanan dan pelanggan.
“Rakyat diminta patuh bayar tagihan tepat waktu. Tapi ketika listrik padam tanpa jadwal, siapa bertanggung jawab? Tidak ada kompensasi, hanya permintaan maaf,” ujarnya.
Menurutnya, pola hubungan sepihak seperti itu harus diakhiri. Aceh, kata Bang Saf, membutuhkan keberanian politik dari pemerintah daerah untuk menekan pembenahan sistem kelistrikan hingga ke akar persoalan.
“Jika Aceh ingin keluar dari stigma daerah yang tidak stabil, masalah listrik ini harus jadi prioritas. Tanpa listrik yang bisa diandalkan, kita hanya berjalan di tempat,” tutupnya.




















