Habanusantara.net, Pemerintah Aceh tengah menyiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pertambangan Rakyat sebagai solusi terhadap maraknya aktivitas tambang ilegal di sejumlah kabupaten/kota.
Regulasi ini menjadi langkah strategis untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor tambang sekaligus menekan praktik penambangan tanpa izin yang telah berlangsung sejak 2009.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Taufik, menyebutkan penyusunan Pergub tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Gubernur Aceh dua minggu lalu untuk menertibkan seluruh tambang ilegal di wilayah Aceh. Upaya ini dilakukan melalui koordinasi lintas lembaga yang melibatkan unsur kepolisian, kejaksaan, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Kita sudah duduk satu meja di Pendopo bersama Pak Gubernur, Pangdam, Polda, Kejati, BIN, dan unsur lain. Semua bersepakat bahwa penertiban tambang ilegal harus disertai solusi agar masyarakat tetap bisa hidup dari aktivitas yang legal,” ujar Taufik dalam diskuis publik di Banda Aceh, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, penertiban tambang ilegal tidak bisa dilakukan secara sepihak tanpa memperhatikan dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang. Banyak warga di pedesaan yang selama ini menggantungkan penghasilan dari kegiatan tambang, sehingga pemerintah harus menyediakan mekanisme legal yang melindungi mereka.
“Kami sadar imbas penertiban ini sangat besar terhadap pendapatan masyarakat. Karena itu, Pergub ini akan menjadi payung hukum bagi masyarakat untuk menambang secara legal dan aman,” katanya.
Taufik menjelaskan, Pergub Pertambangan Rakyat akan mengatur penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), tata cara perizinan, hingga pembinaan terhadap koperasi dan kelompok masyarakat yang terlibat. Langkah ini juga mengacu pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh, Qanun Aceh Tahun 2013 tentang Kewenangan Pertambangan, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 174 Tahun 2024 tentang Teknis Pertambangan Rakyat.
Ia menambahkan, penyusunan Pergub tersebut kini sudah memasuki tahap akhir dan diperkirakan akan rampung dalam dua hari ke depan. Pemerintah Aceh juga telah meminta bupati dan wali kota untuk mengusulkan wilayah potensial yang dapat ditetapkan sebagai WPR. Sejauh ini, beberapa daerah seperti Aceh Barat, Aceh Jaya, Gayo Lues, dan Pidie telah menyampaikan usulan.
“Setelah wilayah diusulkan, kami akan melakukan survei untuk memastikan potensi dan kelayakan tambang tersebut. Hasilnya akan menjadi dasar penetapan WPR sebelum izin diberikan kepada koperasi rakyat,” jelasnya.
Selain aspek hukum dan penertiban, Taufik menegaskan bahwa pendekatan yang dilakukan juga menekankan pada pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah Aceh ingin agar kegiatan tambang rakyat dapat menjadi sektor ekonomi produktif yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.
“Kita ingin tambang rakyat ini tertata, memberikan kenyamanan usaha, dan menjadi sumber penghidupan yang layak. Kalau diatur dengan baik, kegiatan tambang ini bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar, bahkan menjadi bagian dari rantai ekonomi kreatif daerah,” ujarnya.
Taufik menilai, Pergub Pertambangan Rakyat ini menjadi tonggak penting bagi Aceh dalam menata sektor sumber daya alam agar lebih berkeadilan. Selain memberi ruang bagi masyarakat untuk berkembang, aturan ini juga diharapkan dapat memperkuat kontribusi daerah terhadap pendapatan asli dan mengurangi konflik akibat aktivitas tambang ilegal.
“Insyaallah jika Pergub ini berjalan, kita bisa menertibkan tambang-tambang ilegal tanpa harus menimbulkan gesekan. Tujuannya jelas, untuk kesejahteraan rakyat dan kemakmuran Aceh,” tutupnya.