Habanusantara.net – Sudah lebih dari dua puluh empat jam listrik di Banda Aceh padam. Sejak Senin sore, 29 September 2025, hingga Selasa malam, aliran listrik tak kunjung normal.
Kota yang biasanya terang, berubah gelap. Aktivitas warga terganggu, usaha kecil lumpuh, hingga alat elektronik banyak yang rusak akibat arus tak stabil.
Anggota Komisi I DPRK Banda Aceh, Ismawardi, angkat suara. Ia mendesak PLN tidak hanya datang dengan permintaan maaf, tapi juga harus membayar kompensasi kepada pelanggan yang terdampak pemadaman panjang ini.
“Kalau listrik padam lebih dari 24 jam, itu bukan sekadar gangguan biasa. Warga sudah rugi besar, usaha kecil banyak yang berhenti, dan kenyamanan masyarakat benar-benar terganggu,” tegasnya, Selasa (30/9/2025).
Menurut Ismawardi, kerugian warga akibat layanan PLN yang buruk ini nyata. Mulai dari warung kopi yang kehilangan pelanggan, percetakan yang tak bisa produksi, hingga rumah tangga yang barang elektroniknya rusak. Semua itu, kata dia, seharusnya jadi tanggung jawab PLN.
“Kompensasi bisa berupa gratis tagihan listrik sebulan, diskon token bagi pelanggan prabayar, atau potongan untuk pelanggan pascabayar. Itu hak masyarakat, bukan belas kasihan,” ujar politisi Partai Amanat Nasional itu.
Ia menyinggung aturan jelas yang sebenarnya sudah mengikat PLN. Permen ESDM No. 27 Tahun 2017 mengatur kewajiban PLN dalam menjamin mutu layanan dan memberikan kompensasi atas gangguan kelistrikan.
“Jangan seolah-olah tidak ada dasar hukumnya. Aturan ada, tinggal mau atau tidak dilaksanakan. Masyarakat tidak boleh terus-menerus jadi korban,” kata Ismawardi.
Selama ini, PLN disebut tak pernah terdengar memberi ganti rugi atas peralatan elektronik yang rusak karena arus tak stabil. Paling banter hanya ucapan maaf yang diulang-ulang.
Padahal, lanjutnya, langkah paling sederhana yang bisa dilakukan adalah memberi keringanan pembayaran.
“Kalau tidak bisa ganti rugi elektronik warga, minimal jangan bebankan mereka lagi dengan tagihan penuh,” ujarnya.
Ismawardi juga menyinggung klaim PLN yang kerap menyebut Aceh memiliki surplus listrik. Namun kenyataannya, pemadaman justru terjadi hingga berhari-hari.
“Kalau memang surplus, kenapa bisa padam sampai dua hari dengan alasan interkoneksi dengan Sumut? Ini pertanyaan serius yang harus dijawab PLN. Jangan menutup-nutupi fakta dengan istilah teknis,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menilai PLN Unit Induk Distribusi (UID) Aceh harus berbenah. Jika ada perawatan jaringan, seharusnya diumumkan lebih dulu agar masyarakat bisa bersiap. Bukan malah memadamkan listrik mendadak hingga warga kelabakan.
“Kalau pelayanan dasar seperti listrik saja tidak mampu dipenuhi, sebaiknya pimpinan PLN UID Aceh berpikir ulang soal jabatannya. Daripada hanya membuat masyarakat menderita, lebih baik mundur,” pungkasnya.[*]