Habanusantara.net – Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PWNU) Aceh menyelenggarakan Halaqah Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Islam di Aula Rumoh Meudrah, Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh Besar, pada Sabtu (18/10/2025).
Kegiatan tersebut mengusung tema “Santri, Tradisi Pesantren, dan Konstruksi Budaya Menuju Indonesia Emas 2045”. Yang dihadiri langsung Ketua PWNU Aceh, Tgk. H. Faisal Ali (Abu Sibreh).
Dalam kesempatan itu, Abu Sibreh menekankan tentang pentingnya peran strategis ulama dayah dalam menjembatani berbagai kepentingan umat dengan pemerintah. Sebab menurutnya, ulama dayah memiliki posisi strategis sebagai jembatan antara umat dan pemerintah.
“Di satu sisi, ulama menjadi suara moral dan penjaga nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Di sisi lain, ulama juga berperan sebagai mitra kritis sekaligus konstruktif bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang menyentuh kepentingan rakyat banyak,” ujar Abu Sibreh.
Pimpinan Majelis Ulama Aceh itu menambahkan bahwa halaqah ini merupakan ruang penting untuk memperkuat sinergi antara pesantren, masyarakat, dan negara. Ia juga menegaskan bahwa tradisi dayah di Aceh telah lama menjadi bagian dari struktur sosial masyarakat.
“Karena itu, penguatan peran ulama dalam menjembatani kepentingan umat dan pemerintah bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga fondasi penting bagi terciptanya tatanan masyarakat Aceh yang adil, damai, dan religius,” ujarnya.
Halaqah Pesantren dihadiri oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pesantren yang diwakili oleh Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Pesantren, Kementrian Agama RI, Dr. Mahrus Al Mawa, sekaligus sebagai Keynote Speech turut memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini.
Dalam kegiatan itu, ia juga menekankan pentingnya komitmen pemerintah dalam mendukung penguatan ekosistem pesantren di seluruh Indonesia khususnya di Tanah Serambi Mekkah.
“Penyelenggaraan Halaqah Pesantren di Aceh ini menjadi ruang penting bagi pengalian kembali nilai-nilai perjuangan ulama-ulama dayah dan mendorong lahirnya kurikulum cinta yang nantinya akan dapat memperkuat peran pesantren sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat,” paparnya.
“Pesantren memiliki akar kuat dalam sejarah peradaban Islam Nusantara, dan kini dituntut untuk terus beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati dirinya,” ungkap Dr. Mahrus.
Menurutnya, Kementerian Agama RI terus mendorong penguatan kelembagaan pesantren melalui regulasi, fasilitasi, dan kolaborasi lintas sektor.
“Aceh memiliki tradisi keislaman yang kuat dan menjadi bagian penting dari sejarah pesantren di Indonesia. Karena itu, hasil halaqah ini akan menjadi masukan berharga dalam pengembangan kebijakan pesantren ke depan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Lakpesdam PWNU Aceh, Prof. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, S.Ag, M.Sh, Ph.D (KBA) berharap agar halaqah ini menjadi sebagai forum ilmiah dan strategis dalam merumuskan masa depan pendidikan keagamaan Islam di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi yang semakin cepat.
Halaqah Pesantren ini menghadirkan 4 narasumber berkompeten yaitu Abu Sibreh, Dr. Chairul Fahmi, MA, Dr. Muhajir Al Fairusy, MA dan Dr. Tgk. Akhyar M. Gade, MA yang dimoderatori Akmal Alphad. SH., MH.
Para narasumber membahas posisi dayah dalam berbagai perspektif, mulai dari sejarah, karya dayah, kiprah dayah dalam pemerintahan, politik, pembangunan dan kontrol sosial.
KBA pun berharap nantinya forum itu akan melahirkan rekomendasi kurikulum cinta serta penguatan peran ulama dan santri dayah Aceh dalam berbagai aspek kehidupan bernegara.
Sedangkan Ketua panitia Dr. Azman Sulaiman, M.I.Kom mengungkap bahwa Halaqah Pesantren yang merupakan bagian dari kegiatan memperingati hari santri 22 Oktober 2025 diikuti oleh 150 peserta santri dari berbagai dayah, ulama, akademisi, mahasiswa serta perwakilan Ormas dan OKP yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar.