Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Dr Musriadi, mengimbau masyarakat waspada terhadap penyebaran HIV yang mengintai remaja. Kasus HIV telah melebihi 500 kasus di Banda Aceh. Warga diajak aktif mengawasi keluarga dan lingkungan.
Habanusantara.net– Masyarakat Banda Aceh diminta lebih waspada terhadap bahaya penularan HIV/AIDS, terutama yang mengintai generasi muda. Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Dr Musriadi, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan bahwa hingga saat ini, jumlah kasus HIV yang tercatat di Banda Aceh telah melampaui angka 500 kasus, dan sebagian besar di antaranya terjadi pada kelompok usia produktif—khususnya remaja dan pemuda usia 15 hingga 29 tahun.
Dr Musriadi menekankan bahwa mayoritas penularan virus tersebut disebabkan oleh hubungan seksual sesama jenis dan perilaku menyimpang lainnya. Ia menyoroti pentingnya peran aktif keluarga dalam mencegah generasi muda dari terjerumus dalam gaya hidup yang berisiko tinggi.
“Sekurang-kurangnya kita dapat menjaga keluarga kita sendiri agar terhindar dari virus itu,” ujar Musriadi, yang juga merupakan anggota DPRK dari Fraksi PAN Dapil III Kota Banda Aceh.
Lebih lanjut, Musriadi menggarisbawahi bahwa pencegahan HIV/AIDS bukan hanya tugas pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat. Ia mengajak warga untuk tidak bersikap masa bodoh terhadap persoalan ini, mengingat dampak jangka panjang dari penyebaran HIV sangat besar bagi masa depan generasi muda Aceh.
“Tugas ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi ini tugas kita bersama,” tegasnya.
Dengan populasi remaja yang cukup besar dan pengaruh gaya hidup modern yang semakin kuat, Banda Aceh disebut berada dalam fase krusial dalam upaya mencegah penyebaran HIV yang lebih luas. Tanpa pengawasan dan kontrol sosial dari lingkungan sekitar, potensi kasus baru akan terus meningkat.
Data yang dikumpulkan dari sejumlah lembaga kesehatan di Banda Aceh menunjukkan bahwa minimnya edukasi seksual dan nilai-nilai agama di kalangan remaja menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kasus HIV. Selain itu, akses informasi dari media sosial dan internet yang tidak terfilter turut memengaruhi perilaku remaja dalam mengambil keputusan terkait hubungan sosial dan seksual.
Dalam konteks Aceh yang menerapkan nilai-nilai syariat Islam, realita ini menjadi tantangan tersendiri. Sebab, perilaku menyimpang yang kian meningkat tidak hanya menabrak norma agama, tetapi juga memperbesar risiko kesehatan masyarakat.
Sebagai legislator yang aktif menyuarakan isu pendidikan dan sosial, Dr Musriadi menegaskan pentingnya pengawasan keluarga terhadap anggota rumah tangganya, terutama para remaja. Ia juga mengajak tokoh masyarakat, guru, dan pimpinan gampong untuk bersama-sama membangun kesadaran dan memberikan edukasi yang sehat kepada generasi muda.
“Perlu ada pengawasan yang ketat dari setiap warga terhadap keluarganya agar kasus ini tidak kembali bertambah,” pungkasnya.
Pengawasan ini, menurut Musriadi, bukan berarti mengontrol secara represif, namun lebih kepada pendekatan dialogis, mengajak anak muda berdiskusi terbuka tentang bahaya HIV dan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi secara islami dan bertanggung jawab.
Kasus HIV yang terus bertambah di Banda Aceh bukan sekadar masalah medis, tapi juga menjadi indikator lemahnya sistem sosial dan pengawasan keluarga. Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai keagamaan dan adat, angka lebih dari 500 kasus harusnya menjadi alarm serius bagi semua pihak.
Langkah-langkah preventif bisa dimulai dari hal kecil, seperti:
- Memperkuat komunikasi dalam keluarga
- Menyediakan ruang diskusi terbuka bagi remaja
- Mendorong sekolah dan masjid aktif dalam edukasi kesehatan
- Mengintegrasikan penyuluhan HIV ke dalam kegiatan remaja gampong
Banda Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi kota yang tidak hanya religius, tetapi juga tangguh dalam menghadapi krisis sosial dan kesehatan. Kuncinya ada pada kolaborasi.
Seruan Dr Musriadi agar masyarakat lebih peduli terhadap bahaya HIV/AIDS bukan sekadar peringatan, tapi ajakan untuk bertindak bersama. Dengan jumlah kasus yang terus meningkat dan kecenderungan usia penderita yang makin muda, langkah preventif harus dimulai sekarang.
Keluarga adalah benteng terakhir. Dengan peran aktif orang tua, tokoh agama, dan pemuda yang sadar, Banda Aceh bisa menjadi kota yang aman, sehat, dan bermartabat di tengah gempuran perubahan sosial. Jangan tunggu hingga angka korban bertambah.
Mari jaga pergaulan, perkuat nilai, dan lindungi generasi muda Aceh dari ancaman HIV/AIDS.[***]