Angka stunting di Banda Aceh naik dari Januari hingga Maret 2025. Anggota DPRK Ismawardi desak Dinkes segera bertindak dengan inovasi dan evaluasi program sebelumnya.
Haba Nusantara.net, Trend stunting di Banda Aceh kembali menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Angka prevalensi stunting pada Januari 2025 tercatat sebesar 8,9 persen. Namun, bukannya menurun, data pada Februari menunjukkan kenaikan menjadi 9,23 persen, dan terus melonjak hingga 10,7 persen pada Maret 2025. Lonjakan ini mengundang perhatian serius dari anggota DPRK Banda Aceh, Ismawardi, yang meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banda Aceh segera mengambil langkah konkret dan inovatif guna menekan angka stunting yang terus merangkak naik.
“Kondisi ini harus jadi alarm bagi kita semua. Jangan sampai penanganan stunting hanya jadi seremonial tahunan, sementara angka kasusnya terus naik. Saya minta Dinkes lebih serius, lakukan inovasi dan evaluasi total terhadap program sebelumnya,” ujar Ismawardi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin pagi.
Menurutnya, peningkatan angka stunting ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata dari permasalahan gizi dan kesehatan anak yang belum terselesaikan. Ia menilai, perlu ada terobosan dan kolaborasi lintas sektor yang lebih masif, mulai dari puskesmas, kader posyandu, hingga ke tingkat gampong.
Lebih jauh, Ismawardi juga menyoroti kegagalan capaian target penurunan stunting di Banda Aceh dalam tiga tahun terakhir. Pada 2021, angka stunting sebesar 21,1 persen ditargetkan turun menjadi 11,6 persen, namun tidak tercapai. Tahun 2022, angka stunting sebesar 18,4 persen ditargetkan turun ke 7,13 persen, juga gagal diraih. Tahun 2023, dengan angka 16 persen, target turun menjadi 10,66 persen pun kembali tak terpenuhi. Dan pada 2024, angka 14 persen yang ditargetkan turun ke 9,11 persen, nyatanya tak berhasil direalisasikan.
“Kalau kita lihat dari tahun ke tahun, Banda Aceh tidak pernah berhasil mencapai target penurunan stunting yang sudah ditetapkan. Ini berarti ada masalah yang tidak pernah terselesaikan, atau bahkan tidak pernah diidentifikasi secara serius,” tegas Ismawardi.
Ia pun menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap program-program yang selama ini dijalankan. Menurutnya, Dinkes tidak bisa terus menggunakan metode yang sama jika hasilnya stagnan atau bahkan memburuk.
“Jangan hanya meng-copy paste program tahun lalu. Kita perlu tahu apa yang gagal, di mana titik lemahnya, dan apa kendala di lapangan. Baru setelah itu kita bisa bikin kebijakan atau inovasi yang tepat sasaran,” ujarnya.
Stunting, yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, bukan hanya berdampak pada tinggi badan anak. Lebih jauh, stunting memengaruhi perkembangan otak, kemampuan belajar, hingga produktivitas seseorang di masa depan. Oleh sebab itu, isu ini tidak boleh dianggap remeh, terutama di kota seperti Banda Aceh yang memiliki fasilitas kesehatan cukup memadai dibanding daerah lain.
Ismawardi juga mengingatkan bahwa penanganan stunting tidak bisa hanya mengandalkan intervensi kesehatan semata. Menurutnya, faktor-faktor lain seperti ekonomi keluarga, sanitasi lingkungan, dan pola asuh juga berperan besar.
“Kadang masalahnya bukan hanya soal makanan, tapi juga pola hidup bersih, kesadaran orang tua, dan akses terhadap layanan kesehatan. Dinkes harus libatkan semua pihak, termasuk Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial, agar upaya penurunan stunting ini bisa holistik,” tambahnya.
Selain itu, ia menyarankan agar program penanganan stunting dikembangkan secara lebih menyentuh ke masyarakat akar rumput. Edukasi bagi ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang balita secara berkala, serta pemberian makanan tambahan yang bergizi perlu ditingkatkan secara konsisten.
“Kita bisa belajar dari daerah lain yang sukses menurunkan angka stunting. Kuncinya ada pada ketekunan dan konsistensi. Tidak bisa instan, tapi harus terus menerus dilakukan dengan serius,” kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ismawardi berharap, dengan perhatian yang lebih serius dan pendekatan yang lebih inovatif dari Dinkes Kota Banda Aceh, tren kenaikan angka stunting bisa ditekan, bahkan dibalik menjadi penurunan yang signifikan ke depannya. Ia juga menyebut pentingnya transparansi data dan pelibatan masyarakat dalam memantau program penanganan stunting di setiap kecamatan.
“Kita semua bertanggung jawab atas masa depan anak-anak Banda Aceh. Jangan sampai kita gagal memberikan awal kehidupan yang sehat dan layak bagi generasi penerus kita,” tutup Ismawardi dengan nada penuh harap.
Melihat perkembangan data saat ini, Banda Aceh memang dihadapkan pada tantangan besar untuk membalikkan tren stunting yang terus naik. Perlu kolaborasi serius dan langkah nyata agar kota ini tidak tertinggal dalam membangun generasi emas yang sehat dan cerdas di masa depan[***]




















