Haba Nusantara .net– Para Keuchik di Banda Aceh memberikan masukan penting terkait implementasi sertifikat Elektronik Siap Nikah, Siap Hamil (Elsimil) yang merupakan bagian dari program screening kesehatan calon pengantin (catin).
Mereka menyarankan agar sertifikat Eksimil dijadikan salah satu persyaratan di Kantor Urusan Agama (KUA) untuk memperkuat upaya peningkatan kesehatan keluarga dan mencegah berbagai risiko kesehatan sejak dini.
Saran tersebut disampaikan para Keuchik dalam sosialisi aplikasi Eksimil yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Banda Aceh selama empat hari.
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DP3AP2KB Banda Aceh, Intan Indriani, menyebutkan bahwa program Eksimil telah dilaksanakan sejak tahun 2022 oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Namun, efektivitasnya dinilai belum optimal karena Eksimil belum menjadi persyaratan resmi di KUA maupun ketika calon pengantin mengurus surat rekomendasi nikah di kantor Keuchik.
“Masukan dari para Keuchik ini sangat relevan. Mereka menyarankan agar sertifikat Eksimil ini diminta oleh KUA sebagai salah satu syarat administratif,” kata Intan, di Banda Aceh.
Intan menyebutkan Eksimil ini menyasar calon pengantin perempuan, ibu hamil, dan anak balita, merupakan langkah strategis untuk memastikan kesehatan keluarga sejak awal pernikahan.
Screening ini mencakup pemeriksaan kesehatan fisik dan reproduksi calon pengantin guna mencegah risiko seperti stunting, penyakit menular, atau komplikasi kehamilan.
Menurut Intan, program Eksimil sebenarnya memiliki cakupan yang luas, bahkan turut menyasar janda atau individu yang sudah beberapa kali menikah.
Namun, prioritas utamanya tetap pada mereka yang akan menikah untuk pertama kali. Data hasil screening Eksimil nantinya akan disandingkan dengan data Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) yang terhubung langsung ke pusat.
“Kami berharap KUA dapat memberikan penguatan terhadap program ini,” jelasnya.
Meskipun program Eksimil telah berjalan selama tiga tahun, Intan mengakui bahwa sosialisasi ke calon pengantin belum merata. Hal ini berdampak pada rendahnya kesadaran catin terhadap pentingnya program tersebut.
Selain itu, banyak calon pengantin yang menolak pendampingan karena kurang memahami manfaatnya. Bahkan terdapat kepala desa belum mengetahui warganya telah didampingi oleh tim pendamping keluarga.
Oleh karena itu, masukan dari Keuchik untuk menyimpan sertifikat Eksimil di kantor Keuchik menjadi solusi yang baik.
“Dengan begitu, Keuchik dapat memantau jumlah warganya yang telah menjalani screening,” tambah Intan.
“Kami tidak memberikan hasil dari screening, hanya surat keterangan bahwa calon pengantin telah menjalani proses screening. Namun, jika ini menjadi syarat di KUA, efektivitas pendampingan akan jauh lebih maksimal,” kata Intan.
Intan berharap agar sertifikat Eksimil dapat diterapkan sebagai bagian dari kebijakan di KUA, sehingga mendukung upaya kesehatan keluarga di Banda Aceh.
Selain itu, ia mendorong agar sosialisasi lebih masif dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kanwil Kemenag Aceh, KUA, dan Tim Pendamping Keluarga, untuk memastikan setiap calon pengantin memahami manfaat program ini.
“Dengan dukungan dari KUA dan Keuchik, program ini tidak hanya akan meningkatkan kesehatan calon pengantin tetapi juga mendorong terciptanya keluarga yang lebih sehat, berkualitas, dan bebas dari risiko kesehatan,” tutup Intan.