Habanusantara.net- Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan tegas menyatakan bahwa Pemerintah akan terus berupaya memenuhi hak korban dan berkomitmen dengan niat tulus untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia.
Penegasan tersebut disampaikan Presiden dalam sambutannya sebelum secara resmi meluncurkan Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia, yang di pusatkan di Rumoh Geudong, Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Selasa (27/6/2023).
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi juga memberikan apresiasi kepada para korban dan ahli waris yang telah sabar menanti proses penyelesaian berbagai pelanggaran HAM Berat yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia di masa lalu. Ia menyampaikan terima kasih atas kesabaran dan kebesaran hati korban dan keluarga korban dalam menunggu proses tersebut.
Presiden Jokowi meyakini bahwa dengan niat tulus, tidak akan ada proses yang sia-sia. Ia berharap bahwa dimulainya proses yang baik ini akan membuka jalan bagi upaya-upaya penyembuhan luka-luka yang ada.
Presiden juga menyerahkan bantuan pemulihan kepada delapan orang korban dan ahli waris secara simbolis. Menurut Presiden Jokowi, upaya memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM Berat di masa lalu yang telah meninggalkan beban berat bagi korban dan keluarga korban harus segera dilakukan.
Ia mengungkapkan bahwa pemerintah telah mulai merealisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM Berat di 12 peristiwa. Presiden optimis bahwa upaya ini akan menjadi komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan terulang di masa mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, dalam laporannya menjelaskan perjalanan panjang upaya pemenuhan hak korban pelanggaran HAM Berat di Indonesia. Mahfud MD menyampaikan bahwa undang-undang mengamanatkan agar kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu diselidiki dan diputuskan oleh Komnas HAM untuk selanjutnya diselesaikan.
Menkopolhukam juga menjelaskan tiga alasan memilih Aceh sebagai lokasi peluncuran program penyelesaian non-yudisial ini. Alasan tersebut antara lain adalah kontribusi penting dan bersejarah rakyat Aceh terhadap kemerdekaan RI, penghormatan terhadap bencana gempa dan tsunami, serta penghargaan terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
Kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Aceh turut didampingi oleh sejumlah menteri, antara lain Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Menteri Sosial, Menteri Sekretariat Negara, Kapolri, Panglima TNI, Kepala Staf Presiden, Penjabat Gubernur Aceh, dan unsur Forkopimda Aceh. Selain itu, kegiatan ini juga diikuti oleh peserta dari provinsi lain melalui konferensi video.
Dengan diluncurkannya Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia ini, diharapkan akan terbentuk kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera di atas pondasi perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kemanusiaan. Pemerintah berkomitmen untuk memenuhi hak korban pelanggaran HAM Berat dan mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.[]