Habanusantara.net– Tingginya angka stunting di Aceh menjadi persoalan serius pemerintah. Sebagai leading sektor penanganan percepatan penurunan angka stunting di provinsi paling barat Indonesia itu, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh merangkul semua pihak untuk bersama-sama menurunkan angka stunting.
“Penanganan stunting tidak hanya BKKBN, tetapi juga melibatkan semua instansi pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten kota. Dan ini tentu menjadi kekuatan bersama menurunkan angka stunting di Provinsi Aceh,” kata Sahidal Kastri dalam konferensi pers di Aula BKKBN Aceh, Senin (3/10/2022).
Dikatakan, kini angka stunting di Provinsi Aceh masih terbilang tinggi, mencapai 33,2 persen. Meskipun demikian, dengan upaya semua para pemangku kebijakan di Provinsi Aceh, pihaknya optimis angka tersebut turun menjadi 14 persen pada 2024.
Berbagai upaya dilakukan BKKBN Aceh termasuk pencegahan stunting sejak bayi masih dalam kandungan. Pencegahan sejak masa kehamilan hingga pengaturan jarak kelahiran dinilai efektif dalam penurunan stunting.
“Kelahiran yang rapat bisa menyebabkan bayi dilahirkan stunting. Karena itu, kami mengimbau masyarakat mengatur jarak kelahiran anak,” kata Sahidal Kastri
Selain Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Hadir dalam konferensi pers ini, Sekretaris BKKBN Aceh Husni Thamrin,SE, MM, Koordinator Bidang KB-KR, Muhammad Razali, SE, Koordinator Bidang ADPIN, Drs. Saflawi TR, MM, Koordinator Bidang Latbang, Irma Dimyati, SE, MSi, dan Koordinator Program Manager Satgas PPS Aceh, Saifuddin
Sementara itu, Sekretaris BKKBN Aceh, Husni Thamrin SE MM, mengatakan untuk mempercepat penurunan stunting di Aceh perlu kerjasama semua sector sesuai tugas pokok dan fungsi. DIa juga mengatakan, untuk mempercepat penurunan stunting di Aceh juga perlu dilakukan sosialisasi pada keluarga untuk mengatur jarak kelahiran dan tidak membatasi jumlah anak.
“Dengan jumlah anak dua dan memiliki jarak, kita dapat memenuhi segala kebutuhan dan dapat mempengaruhi perkembangan kesehatan keluarga,” katanya.
Dikatakan, stunting merupakan permasalah gizi yang kronis. Ikhtiar BKKBN Aceh sejak dulu sudah menyiapkan berbagai strategi, seperti bayi yang ada di desa dibawa ke Posyandu. Sehingga bisa diketahui kesehatan bayi tersebut, baik itu terkait asi eklusif maupun asupan gizi yang baik.
“Kita berharap 2024 angka stunting secara nasional dapat turun hingga 14 persen. Tentunya semua pihak saling bekerjasama,” katanya.
Husni Thamrin mengatakan pihaknya terus mengampanyekan penanganan stunting. Selain menjaga jarak kelahiran, juga memberi pemahaman reproduksi kepada calon suami istri.
“Pemahaman reproduksi ini agar kelahiran bayi yang dilahirkan tidak mengalami stunting dan mengalami kekurangan nutrisi,” katanya.
Seperti diketahui, Stunting merupakan kondisi anak gagal tumbuh, baik fisik maupun otaknya. Stunting ini sering dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin).
Masa 1.000 hari pertama atau sekitar tiga tahun kehidupan sejak masih dalam kandungan merupakan masa penting pembangunan ketahanan gizi pada bayi. Lewat dari 1.000 hari, dampak buruk kekurangan gizi pada ibu hamil akan sulit diobati dan bisa memicu stunting.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk memastikan asupan makanan ibu hamil tercukupi, agar janin berkembang dengan baik.
Apabila asupan makanan ibu cukup dan tidak ada penyulit lain, umumnya janin akan tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pencegahan stunting pada anak ini dilakukan pada 1.000 hari pertama dengan mencukupi asupan makanan yang seimbang melalui nutrisi makro dan mikro. Nutrisi memang mengambil peran penting yang perlu menjadi perhatian lebih bagi calon orangtua, mulai sejak masa perencanaan, kehamilan, hingga menyusui. (Bar)