ArtikelHeadlineHukrim

UU Fidusia Lindungi Konsumen dari Penarikan Kendaraan Sepihak

×

UU Fidusia Lindungi Konsumen dari Penarikan Kendaraan Sepihak

Sebarkan artikel ini
UU Fidusia
Ilustrasi - Debt Colektor merampas kendaraan konsumen. dok. Chat GPT AI

HABANUSANTARA.NET – Kasus penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector kembali menyita perhatian publik. Tidak sedikit konsumen mengaku mendapat perlakuan kasar, intimidasi, bahkan ancaman ketika petugas lapangan mencoba menyita kendaraan mereka akibat tunggakan cicilan. Padahal, di balik setiap peristiwa yang tampak seperti “aksi sepihak” itu, hukum sudah mengatur dengan tegas mekanismenya melalui Undang-Undang Fidusia.

UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia hadir untuk menyeimbangkan hak perusahaan pembiayaan dengan hak konsumen. Sayangnya, banyak masyarakat yang belum memahami hak-hak mereka saat menghadapi penarikan kendaraan. Di sinilah pentingnya informasi yang jelas agar konsumen tidak menjadi korban praktik ilegal yang merugikan.

Apa Itu Jaminan Fidusia?

Dalam pembelian kendaraan secara kredit, perusahaan pembiayaan memegang hak atas kendaraan sebagai jaminan atau agunan sampai cicilan lunas. Sistem ini disebut jaminan fidusia. Secara hukum, konsumen memang wajib membayar sesuai perjanjian, dan perusahaan berhak mengeksekusi jaminan jika terjadi gagal bayar.

Namun, pelaksanaan eksekusi tidak boleh melanggar hukum. Undang-Undang Fidusia mengatur bahwa:

  • Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan perjanjian fidusia dan memiliki sertifikat fidusia.
  • Penyitaan kendaraan hanya sah jika ada sertifikat fidusia yang terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia.
  • Sebelum penyitaan, perusahaan wajib memberikan peringatan atau somasi tertulis kepada konsumen.

Tanpa sertifikat fidusia, perusahaan tidak bisa mengeksekusi jaminan secara sepihak. Konsumen berhak menolak jika proses tidak sesuai ketentuan.

Bagaimana Penyitaan yang Legal?

UU Fidusia juga mewajibkan debt collector untuk membawa dokumen resmi saat menarik kendaraan, seperti:

  1. Surat tugas resmi dari perusahaan pembiayaan.
  2. Identitas diri petugas.
  3. Salinan sertifikat fidusia.

Selain itu, proses penarikan harus dilakukan dengan cara-cara yang manusiawi, tanpa kekerasan fisik, tekanan psikologis, atau ancaman. Jika petugas melakukan kekerasan, konsumen berhak melaporkan ke polisi karena itu masuk kategori tindak pidana.

Sayangnya, banyak kasus yang tidak dilaporkan karena konsumen takut atau tidak tahu bahwa mereka memiliki hak. Penegakan hukum pun kadang masih longgar, sehingga memberi ruang bagi oknum-oknum debt collector nakal.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya sudah mengeluarkan aturan yang menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan bertanggung jawab atas perilaku debt collector yang mereka tunjuk. OJK juga menyediakan layanan pengaduan jika konsumen merasa dirugikan.

Alhasil, dengan memahami aturan dalam UU Fidusia, konsumen tidak lagi harus takut menghadapi debt collector. Hukum selalu melindungi mereka yang tahu hak-haknya. [SA]

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close