Habanusantara.net – Kejaksaan negeri (Kejari) Kabupaten Bener Meriah melaksanakan eksekusi hukum cambuk terhadap MY (75) warga Kecamatan Bandar yang terbukti melakukan pelecehan.
Dalam perkara yang telah memiliki hukum tetap (inkrah), MY menerima 23 cambukan dari sang algojo. Hal itu berdasarkan pasal 46 Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat (Jarimah Pelecehan Seksual).
Eksekusi uqubat itu berlangsung di halaman Rumah Tahanan (Rutan) kelas II B Bener Meriah, Kamis (22/5/2025).
Kajari Bener Meriah melalui kasi intelejen, Alamsyah Budin mengatakan, terpidana mendapatkan hukum cambuk karena terbukti dan meyakinkan telah melanggar Qanun Aceh tentang Jarimah.
“Terpidana melakukan pelecehan seksual terhadap seorang wanita dengan modus pengobatan (dukun),”kata Budin.
Kasus pelecehan itu terjadi pada tahun 2023 lalu yang berlangsung diruang terdakwa di wilayah Kecamatan Bandar.
Adapun kronologisnya, korban dilecehkan saat berobat kepada terdakwa. Kala mendatangi rumah terdakwa korban mengeluh sakit diseluruh badan dan gatal di bagian perutnya.
Diduga saat mengobati korban, terdakwa melakukan pelecehan dengan memasukan tangan kedalam baju korban, korban juga sempat merasa tidak nyaman atas proses pengobatan itu.
Kemudian, tiga hari setelahnya korban datang lagi kerumah terdakwa sesuai perintah terdakwa dengan membawa jeruk purut.
Saat itu terdakwa meminta korban membuka jaketnya dan kerudung yang dikenakan. Korban pun lalu tidur dengan posisi terlentang kemudian terdakwa menutupi badanya dengan selimut.
Kepada pelaku korban mengeluh sesak pada bagian dada hingga ke punggung, saat itulah pelaku diduga melakukan aksi tidak senonohnya dengan memegang bagian sensitif korban.
Atas perbuatan terdakwa, korban merasa telah dilecehkan dan korban bersama suaminya langsung membuat laporan kepada pihak kepolisian.
Karena telah mendapatkan hukum tetap, maka proses hukum cambuk pun dilaksanakan sebagia bentuk komitmen lembaga peradilan dan Kejaksaan dalam melaksanakan putusan pengadilan secara tuntas, termasuk dalam perkara jinayat sesuai dengan Qanun di wilayah hukum Aceh.
“Pelaksanaannya tetap kita lakukan secara profesional, menjunjung tinggi aspek kemanusiaan, serta didukung pemeriksaan medis sebelum dan sesudah cambuk oleh dokter yang ditunjuk,” pungkasnya.[]