Habanusantara.net, Dinas Syariat Islam (DSI) Kota Banda Aceh diminta “Jangan Mati Suri” dan duduk manis di kantor. DSI diharapkan kembali aktif berdakwah di tempat-tempat publik seperti café, warung kopi (warkop), dan tempat-tempat publik lainnya di Kota Banda Aceh, guna memberikan edukasi masyarakat tentang syariat Islam kepada masyarakat.
Permintaan ini disampaikan Anggota DPRK Banda Aceh, Ismawardi, SPd yang menilai selama ini DSI Kota Banda Aceh seperti terlihat “Mati Suri” dan tidak bekerja dalam menegakkan dan mengedukasi masyarakat tentang syariat Islam secara langsung di lapangan.
Aceh, yang dikenal dengan kekhususannya dalam penegakan syariat Islam, harus menjadi contoh bagi daerah lain.
Banda Aceh, sebagai ibu kota provinsi yang menjadi barometer penerapan syariat Islam, memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari warganya.
Oleh karena itu, DSI diminta untuk turun tangan langsung, bukan hanya berdiam diri di balik meja kantor.
“DSI harus lebih aktif turun ke masyarakat. Jangan hanya duduk manis di kantor, tetapi harus mendekatkan diri kepada masyarakat berdakwah dengan cara yang lebih nyata. Misalnya, dengan memberikan ceramah atau edukasi langsung di tempat-tempat yang banyak dikunjungi warga, seperti café, warkop, atau tempat publik lainnya termasuk Blang Padang,” Kata Ismawardi, yang juga Anggota Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRK Banda Aceh kepada Habanusantara.net, Rabu 16 April 2025
Menurutnya, Dakwah langsung ketempat keramaian yang sering dikunjungi masyarakat itu penting untuk kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma syariat Islam.
“Pelanggaran Syariat Islam di Kota Banda Aceh kerap kali ditemui, seperti yang terjadi senin malam, dalam razia yang dilakukan oleh Satpol PP WH (Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah) saat Razia yang dipimpin langsung oleh Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, menciduk enam pasangan non muhrim pelanggar syariat Islam di Kota Banda Aceh,” ujarnya.
Pelanggaran syariat islam tidak hanya yang ditangkap pada malam senin malam itu, tapi masih banyak yang lainnya, masih banyak warga yang masih menggunakan celana pendek di tempat publik, berpakaian Ketat, berduan di tempat publik, Judi online, dan berbagai pelanggaran lainnya yang diterjadi di ruang publik.
Itu membukti bahwa meskipun penegakan syariat islam sudah dilakukan, masih banyak warga yang belum sepenuhnya memahami dan mematuhi aturan-aturan syariat Islam yang berlaku di Aceh.
“Keberadaan DSI sangat penting dalam memberikan pembinaan aqidah dan pemahaman tentang syariat Islam kepada masyarakat. Edukasi yang diberikan bisa lebih terasa dan berdampak jika dilakukan langsung di tempat-tempat yang sering dikunjungi masyarakat, bukan hanya di ruang rapat kantor. Ini akan lebih efektif dalam menciptakan masyarakat yang sadar akan kewajiban agama mereka,” jelas Ismawardi.
Menurutnya, banyak warga yang menganggap syariat Islam hanya berlaku dalam ruang lingkup formal, seperti dalam kegiatan keagamaan di masjid atau dalam pelaksanaan ibadah tertentu. Padahal, syariat Islam juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal perilaku sosial, seperti cara berpakaian, hubungan antar sesama, hingga kebiasaan yang berkembang di tempat-tempat publik.
Oleh karena itu, DSI diharapkan bisa lebih berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat mengenai aturan-aturan syariat Islam, baik di dunia maya maupun di dunia nyata.
Meningkatkan kehadiran DSI di ruang-ruang publik seperti café atau warkop juga dilihat sebagai langkah yang relevan dengan perkembangan zaman.
Tempat-tempat ini, yang sering menjadi tempat berkumpul generasi muda, bisa dimanfaatkan sebagai ruang untuk memberikan pencerahan mengenai pentingnya menegakkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Edukasi melalui ceramah yang menarik dan interaktif dapat membantu generasi muda lebih memahami dan menghargai nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka.
Peran DSI yang lebih visible di masyarakat diharapkan bisa mengurangi pelanggaran syariat Islam yang masih terjadi di Banda Aceh.
Selain itu, pendekatan yang lebih humanis dan terbuka diharapkan dapat menghindari kesan bahwa penegakan syariat Islam hanya melalui cara yang keras atau represif.
Dengan pendekatan yang lebih edukatif, masyarakat bisa lebih menerima dan memahami apa yang sebenarnya diharapkan dari mereka sebagai umat Muslim yang taat.
Melalui langkah konkret dan nyata, seperti berdakwah langsung ke tempat-tempat publik, DSI diharapkan bisa membuat syariat Islam lebih hidup dan relevan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banda Aceh. Tanpa edukasi yang menyeluruh, upaya penegakan hukum akan terasa kurang efektif dan hanya akan menimbulkan ketegangan di masyarakat.
Oleh karena itu, DSI harus kembali aktif di lapangan dan tidak hanya “mati suri” di balik meja kantor.[Is]