Habanusantara.net – Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Bhayangkara, Polda Aceh melakukan upaya revitalisasi terhadap situs budaya dan agama penting di wilayah tersebut. Biro SDM Polda Aceh bertekad untuk menjaga dan memperbaiki kualitas serta keindahan Makam Syiah Kuala dan Masjid Baiturrahim Ule Lheue, dengan harapan moderasi beragama dapat terus diterapkan sebagai solusi dalam menciptakan kehidupan yang harmonis dan damai bagi masyarakat.
Kombes Fajar Budiyanto, Kepala Biro SDM Polda Aceh, menjelaskan bahwa kegiatan revitalisasi ini akan berfokus pada membersihkan dan memperbaiki situs budaya dan agama tersebut tanpa mengubah bentuk dasar situs. Pembenahan akan meliputi perawatan lokasi, tanaman, dan taman, serta pemasangan tenda taman.
Tidak hanya itu, Biro SDM juga akan melakukan renovasi pada situs budaya dan agama tersebut. Perbaikan akan dilakukan pada pos keamanan, atap bangunan, penambahan penerangan, dan pemasangan rambu-rambu agar memudahkan masyarakat saat mengunjungi tempat tersebut. Selain itu, lapak pedagang kaki lima juga akan direnovasi dan pagar akan dicat ulang.
Fajar Budiyanto menjelaskan, “Revitalisasi ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sehat, sekaligus meningkatkan sektor pariwisata di situs budaya dan agama. Selain itu, upaya ini juga merupakan bentuk pelestarian keragaman dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa.” Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat setempat.
Makam Syiah Kuala merupakan tempat peristirahatan terakhir seorang ulama terkenal di Aceh yang juga memiliki keahlian dalam bidang hukum. Ulama tersebut pernah menjabat sebagai mufti agung pada kerajaan Aceh Darussalam. Makam ini terletak di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Setiap harinya, makam ini dikunjungi oleh ratusan peziarah dari dalam dan luar negeri.
Sementara itu, Masjid Baiturrahim adalah peninggalan Kesultanan Aceh yang didirikan pada abad ke-17 dengan nama Masjid Jami’ Ulee Lheue. Saat Masjid Baiturrahman mengalami kebakaran akibat serangan pasukan Belanda pada tahun 1873, masyarakat Banda Aceh berbondong-bondong melaksanakan salat Jumat di Masjid Baiturrahim. Sejak saat itu, masjid ini dikenal dengan nama yang sekarang.
Pada peristiwa tsunami dahsyat pada tanggal 26 Desember 2004, gelombang raksasa setinggi 21 meter melanda pesisir utara Banda Aceh. Kawasan Ulee Lheue yang terletak tepat di dekat pantai menjadi salah satu daerah yang paling parah terdampak. Hampir semua bangunan di wilayah tersebut hancur atau terbawa arus ke pusat Kota Banda Aceh, serta ribuan nyawa melayang dalam bencana ini.
Meski begitu, Masjid Baiturrahim tetap kokoh berdiri di tengah puing-puing bangunan sekitarnya yang runtuh akibat tsunami. Hanya sebagian kecil bangunan masjid yang mengalami kerusakan. Keberadaan masjid ini menjadi simbol kekuatan dan ketahanan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana alam.
Dengan revitalisasi Makam Syiah Kuala dan Masjid Baiturrahim, diharapkan keindahan dan kenyamanan tempat tersebut dapat meningkat, sementara masyarakat Aceh juga akan merasakan manfaat ekonomi dari peningkatan pariwisata. Polda Aceh melalui Biro SDM berkomitmen untuk terus menjaga warisan budaya dan agama demi memperkuat kerukunan dan persatuan di tengah masyarakat.