HN-Banda Aceh – Manager Kampanye Lembaga Advokasi Rakyat Aceh, Arif Tajul, menyarankan pihak eksekutif dan legislatif di Aceh agar merevisi Qanun Bendera Aceh yang dianulir Pemerintah Pusat lewat Kemendagri.
“Kalau Pemerintah Pusat menganulir. Artinya, ada sesuatu yang belum menyentuh substansi ke Acehan dan ke Indonesiaan. Makanya perlu direvisi,” sebut aktivis muda itu, Jumat (3/8/2019) malam.
Pernyataan itu, menyikapi polemik pembatalan dan pencabutan beberapa pasal di dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera Aceh yang disahkan oleh DPRA pada tanggal 15 Mei 2016 melalui keputusan Mendagri nomor 188.34-4791 Tahun 2016.
Pihaknya, lanjut Arif, menilai merevisi qanun bendera adalah satu cara untuk mempertemukan kepentingan Aceh dan pusat. Dan, tidak menurunkan gengsi atau kredibilitas politisi di DPR Aceh.
Jika merujuk diterbitkannya keputusan Mendagri tersebut. Maka dapat dilihat tidak optimalnya eksekutif dan legislatif Aceh dalam menyikapi Qanun tersebut.
“Kalau bendera bintang bulan mendapat penolakan. Maka revisi saja dengan alam peudeung yang memang miliki nilai sejarah bagi Aceh,” ungkap Arif.
Keberadaan Bendera Alam Peudeung dinilai sudah menjadi representasi mewakili harapan rakyat Aceh. Sebagai bendera pemersatu yang sudah digunakan sejak masa kerajaan masa lampau.
Disisi lain, Arif Tajul menyesali sikap elit politik Aceh yang lamban merespon keputusan Mendagri soal qanun bendera. Padahal, rentang waktunya sudah jelas diatur selama 14 hari setelahnya, dapat dilakukan revisi atau tindaklanjut lainnya.
“Bila merujuk stateman senator Aceh, Gazali Abbas Adan, maka dipastikan tidak akan ada titik temu bila DPR Aceh ngotot meloloskan bulan bintang sebagai bendera Aceh,”pungkas Arif Tajul.( )