Habanusantara.net— Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal memimpin penertiban terhadap kafe, rumah makan, dan warung kopi yang melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB) di Banda Aceh, Selasa (15/4/2025).
Penertiban ini dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan kota serta menjaga kenyamanan dan keselamatan publik, mengingat pelanggaran terhadap GSB seringkali menyebabkan kemacetan dan mengganggu fungsi ruang publik yang seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan bersama.
Wali Kota Illiza, yang didampingi oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cut Ahmad Putra dan puluhan personel Satpol PP, langsung melakukan dialog dengan pemilik usaha. Dengan pendekatan yang humanis, Illiza menjelaskan kepada mereka dampak pelanggaran terhadap kenyamanan masyarakat, serta ancaman terhadap keselamatan.
“Penambahan kanopi dan pemanfaatan area parkir sebagai ruang usaha melanggar Peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 44 Tahun 2010 dan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 10 Tahun 2004. Ini tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga menimbulkan kemacetan dan mengganggu fungsi ruang publik,” tegas Illiza.
Beberapa lokasi yang menjadi fokus penertiban antara lain kawasan Jambo Tapee, warung kopi di Jalan Syiah Kuala, serta kafe-kafe di Jalan Pocut Baren dan kawasan Simpang Lima.
Di lokasi tersebut, para pemilik usaha menunjukkan itikad baik dengan menyepakati untuk membongkar sendiri bangunan yang melanggar dan menandatangani dokumen kesepakatan dengan Pemerintah Kota.
Data dari Dinas Pekerjaan Umum mengungkapkan bahwa hingga saat ini terdapat 29 tempat usaha yang melanggar GSB di Banda Aceh. Tidak hanya kafe dan rumah makan, tetapi juga rumah kos, gudang, hingga fasilitas pelayanan kesehatan, yang sebagian besar sudah mendapat teguran dan sosialisasi sebelumnya.
“Keluhan masyarakat terus kami terima, terutama soal menyempitnya area parkir yang menyebabkan kendaraan terpaksa parkir di badan jalan. Ini sangat mengganggu kelancaran lalu lintas dan membahayakan pengguna jalan lainnya,” tambah Illiza.
Penertiban GSB ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mewujudkan pembangunan yang tertib, aman, dan berkelanjutan.
GSB, yang merupakan batas minimal jarak antara bangunan dengan fasilitas umum seperti jalan, sungai, atau utilitas lainnya, memiliki peran penting dalam menjaga kelancaran aktivitas publik dan mencegah dampak negatif terhadap infrastruktur kota.
“Ini bukan hanya soal aturan, tapi juga soal kesadaran bersama untuk menjaga keindahan dan ketertiban kota yang kita cintai,” tutup Illiza.
Penertiban ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi pelaku usaha lainnya untuk lebih tertib dan patuh terhadap peraturan yang ada.
Selain itu, upaya ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi ruang publik yang selama ini terganggu akibat penyalahgunaan ruang oleh sejumlah pihak.
Pemerintah Kota Banda Aceh bertekad untuk terus mengawasi dan menegakkan aturan guna menciptakan kota yang lebih tertata dan nyaman bagi seluruh warganya.[*]