Habanusantara.net, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh tengah memeriksa sekitar 120 saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh pada tahun anggaran 2022 hingga 2023.
Dugaan korupsi ini mencakup mark up dan pengeluaran fiktif, serta aliran dana yang tidak sesuai dengan tujuan pengadaan. Penyidikan ini dimulai berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Nomor PRINT-09/L.1/Fd.2/08/2024 tertanggal 19 Agustus 2024.
Kasipenkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, S.H., menyebutkan bahwa anggaran BGP Aceh pada tahun 2022 mencapai Rp19,2 miliar setelah revisi, sementara pada tahun 2023 sebesar Rp57,1 miliar.
Pengelolaan anggaran tersebut diduga tidak sesuai dengan realisasi di lapangan, dengan indikasi mark up dan pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, ditemukan juga conflict of interest dalam pengangkatan pegawai honorer.
“Penyidikan mengungkapkan adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran yang berpotensi merugikan negara. Tim penyidik masih bekerja untuk memenuhi syarat formil dan materiil guna menetapkan tersangka,” ujar Ali Rasab Lubis Senin, 7 Oktober 2024.
Ali juga menambahkan bahwa kerugian negara sangat mungkin terjadi karena realisasi anggaran BGP Aceh pada 2022 tercatat mencapai 95,69% atau Rp18,4 miliar, sedangkan pada 2023 mencapai 99,2% atau Rp56,7 miliar. Pemeriksaan saksi-saksi dilakukan untuk memperkuat bukti terkait dugaan penyimpangan ini.
Penyidikan melibatkan berbagai pihak dari seluruh kabupaten/kota di Aceh, termasuk pegawai BGP dan pihak ketiga yang terkait dalam pelaksanaan program BGP Aceh.
Kasus ini sedang menjadi sorotan publik karena menyangkut penggunaan dana negara yang cukup besar dan pentingnya peran BGP dalam peningkatan kualitas pendidikan di Aceh.[]