Peristiwa

Tenaga Medis Aceh Tersandera Regulasi: Antara Jasa Medis dan TPP yang Tak Kunjung Jelas

×

Tenaga Medis Aceh Tersandera Regulasi: Antara Jasa Medis dan TPP yang Tak Kunjung Jelas

Sebarkan artikel ini
Seratusan tenaga medis yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawatan dan bidan melakukan aksi demo di kantor gubernur Aceh, Selasa 11 November 2025. Foto: Habanusantara

Habanusantara.net – Seratusan tenaga medis di Aceh yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawat, hingga bidan dari tiga rumah sakit milik Pemerintah Aceh: RSUD Zainoel Abidin (RSUDZA), RS Jiwa Aceh, dan RS Ibu dan Anak (RSIA), menggelar aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Aceh, Selasa (11/11/2025).

Mereka menuntut keadilan atas hak jasa medis yang belum dibayarkan hampir setahun lamanya, sejak diberlakukannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 15 Tahun 2024 dan Keputusan Gubernur Aceh Nomor 800.1.5/715/2024 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara.

Aturan yang mewajibkan rumah sakit memilih antara TPP atau Jasa Medis dianggap sebagai kebijakan yang tidak adil dan menyalahi aturan yang ditetapkan secara nasional.

“Kami bekerja siang malam, melayani pasien tanpa henti. Tapi hak kami tidak kunjung dibayar. Jasa medis bukan bonus, itu bagian dari penghargaan profesi,” ujar seorang dokter spesialis yang hadir pada aksi tersebut.

Dokter yang enggan disebut namanya itu mengatakan, menurut UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan Permenkes Nomor 28 Tahun 2014, jasa medis merupakan hak tenaga kesehatan yang bersumber dari pendapatan rumah sakit, termasuk dari pembayaran BPJS Kesehatan.

Namun, setelah kebijakan baru itu diberlakukan, Pemerintah Aceh mewajibkan tiga rumah sakit provinsi memilih salah satu: TPP atau Jasa Medis.

“Seharusnya aturan seperti ini tidak disusun sepihak. Beban kerja di rumah sakit tidak bisa disamakan dengan pegawai kantor biasa yang dinilai hanya dari absensi,” katanya.

Situasi makin rumit ketika Sekretaris Daerah Aceh menegaskan, rumah sakit harus memilih salah satu skema. Akibatnya, RS Jiwa dan RSIA memilih TPP, sementara RSUDZA mencoba bertahan dengan mekanisme memilih jasa medis.

Namun, dampaknya fatal: pembayaran jasa medis di RS Jiwa dan RSIA tertahan di kas rumah sakit karena dianggap tidak boleh dicairkan bersamaan dengan TPP.

Padahal, menurut keterangan Tim TPP dan BLUD Kementerian Dalam Negeri yang diundang RSUDZA pada Oktober 2025 lalu, tidak ada aturan nasional yang melarang pemberian jasa medis bersamaan dengan TPP.

Mereka menyebut hanya Aceh satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan sistem pilih salah satu. Kebijakan itu pun dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap tenaga medis di Aceh.

Sejak Maret 2025, perwakilan tenaga medis telah dua kali menemui Sekretaris Daerah Aceh untuk mencari solusi. Pada September dan Oktober, mereka bahkan mengajukan permohonan FGD (Focus Group Discussion) untuk meninjau ulang keputusan gubernur. Namun, hingga aksi demonstrasi digelar, janji revisi itu belum terealisasi.

Meski hak mereka belum diberikan, para tenaga medis tetap menjalankan tugas. Di tengah keterbatasan dan rasa frustrasi, mereka masih menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan Aceh.

“Kami tetap merawat pasien, tetap berjuang demi kemanusiaan. Tapi di hati kecil kami, ada luka yang dalam. Jasa medis bukan sekadar angka, ia adalah simbol penghargaan atas pengorbanan, dedikasi, dan integritas,” kata seorang tenaga kesehatan dari RSJ Aceh.

Hingga kini, Pemerintah Aceh belum memberikan keterangan resmi terkait langkah penyelesaian polemik ini. Para tenaga medis berharap, Pemerintah Aceh segera meninjau ulang kebijakan yang dianggap melanggar regulasi nasional dan menurunkan semangat kerja tenaga kesehatan.

Polemik jasa medis di Aceh kini menjadi sorotan nasional. Di saat provinsi lain memperkuat insentif tenaga kesehatan pasca pandemi, Aceh justru menghadirkan kebijakan yang melemahkan semangat para dokter dan perawatnya.

Bagi mereka, perjuangan ini bukan sekadar soal pendapatan, tetapi tentang pengakuan profesi dan penghormatan terhadap kemanusiaan. “Negara ini berdiri karena semangat pengorbanan. Kami hanya ingin semangat itu juga hadir dalam kebijakan publik,” ujar salah satu dokter peserta aksi.

Follow Berita Habanusantara.net lainnya di Google News
close