Habanusantara.net, Di ujung Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, tepatnya di Desa Ie Jeureungeh, sebuah inisiatif luar biasa tengah berkembang. Wisata edukasi dan Conservation Respons Unit (CRU) Sampoiniet menjadi sorotan baru sebagai perpaduan antara kegiatan wisata yang edukatif dan upaya pelestarian alam yang konkret.
Terletak di tengah-tengah kawasan ekosistem Ulu Masen, wilayah ini bukan hanya menjadi destinasi wisata yang menarik, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian lingkungan.
Dipersiapkan oleh masyarakat setempat, CRU Sampoiniet berdiri tegak sebagai bukti nyata komitmen untuk menjaga kelestarian alam di kawasan terpencil ini. Desa Ie Jeureungeh, yang terletak di tepi hutan, memahami pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem untuk keberlangsungan hidup masa depan. Inisiatif ini bukan hanya tentang memperkenalkan wisata alam kepada pengunjung, tetapi juga memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan.
Salah satu daya tarik utama dari CRU Sampoiniet adalah kesempatan untuk belajar langsung dari para ahli lokal tentang keanekaragaman hayati yang luar biasa di kawasan ini. Melalui tur edukasi yang diselenggarakan secara teratur, pengunjung dapat memahami lebih dalam tentang flora dan fauna endemik yang mendiami hutan-hutan Aceh. Mulai dari jenis-jenis tanaman langka hingga spesies satwa unik, setiap kunjungan di CRU Sampoiniet menjadi pengalaman yang mendidik dan memukau.
Terdapat tiga individu gajah sumatera jinak (Elephas maximus sumatrensis) diikat dengan rantai yang tidak jauh dari camp. Tujuannya adalah agar mamalia berbadan besar itu mendapatkan makanan yang cukup dari alam
“CRU Sampoiniet memiliki tiga individu gajah jinak yang bertugas dalam mitigasi konflik antara satwa liar dan manusia, selain itu CRU Sampoiniet juga difungsikan sebagai tempat ekowisata,” ucap Leader CRU Sampoiniet, Samsul Rijal.
Rijal menyebutkan, CRU Sampoiniet juga kerap dijadikan sebagai tempat penelitian bagi mahasiswa dan peneliti. Memiliki kekayaan flora dan fauna, menjadikan tempat ini kerap dikunjungi peneliti dari berbagai universitas di Indonesia bahkan luar negeri.
Ia mengatakan dengan senang hati menyambut serta membantu proses penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dan peneliti, agar masyarakat sadar tentang pentingnya menjaga hutan dan seluruh isinya. “Untuk wisatawan yang datang kesini juga kita edukasi tentang menjaga hutan yang menjadi habitat asli satwa liar,” ungkap Rijal
“CRU Sampoiniet memiliki tiga individu gajah jinak yang bertugas dalam mitigasi konflik antara satwa liar dan manusia, selain itu CRU Sampoiniet juga difungsikan sebagai tempat ekowisata,” ucap Leader CRU Sampoiniet, Samsul Rijal.
Rijal menyebutkan, CRU Sampoiniet juga kerap dijadikan sebagai tempat penelitian bagi mahasiswa dan peneliti. Memiliki kekayaan flora dan fauna, menjadikan tempat ini kerap dikunjungi peneliti dari berbagai universitas di Indonesia bahkan luar negeri. Ia mengatakan dengan senang hati menyambut serta membantu proses penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dan peneliti, agar masyarakat sadar tentang pentingnya menjaga hutan dan seluruh isinya.
“Untuk wisatawan yang datang kesini juga kita edukasi tentang menjaga hutan yang menjadi habitat asli satwa liar,” ungkap Rija
Selain itu, Wisata edukasi di CRU Sampoiniet tidak hanya tentang memahami keindahan alam semata. Sebagai bagian dari upaya konservasi, pengunjung juga diajak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan penanaman pohon dan pemantauan lingkungan. Ini adalah langkah konkret untuk mengembalikan kehidupan kepada alam yang telah memberikan begitu banyak kepada manusia. Dengan melibatkan masyarakat lokal dan wisatawan, CRU Sampoiniet bukan hanya sekadar destinasi wisata, tetapi juga pusat pendidikan dan aksi lingkungan yang berkelanjutan.
Sebagai bagian dari program wisata edukasi, CRU Sampoiniet juga menyediakan berbagai kegiatan interaktif yang melibatkan masyarakat setempat.Pengunjung dapat merasakan kehangatan dan keramahan orang-orang Aceh sambil memahami lebih dalam kehidupan sehari-hari di desa-desa terpencil. Ini adalah kesempatan langka untuk terhubung secara langsung dengan budaya dan tradisi yang kaya di Aceh.
Selain menjadi destinasi wisata yang menarik, CRU Sampoiniet juga berperan sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Kolaborasi dengan lembaga-lembaga riset dan lembaga pendidikan setempat membuka pintu untuk penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman hayati dan ekologi hutan Aceh. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan ini, diharapkan akan muncul solusi-solusi inovatif untuk tantangan pelestarian alam di masa depan.
Tentu saja, keberhasilan CRU Sampoiniet tidak terlepas dari dukungan penuh dari pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Dengan adanya kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, upaya pelestarian alam ini dapat berjalan dengan lancar dan berkelanjutan. Ini adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat menghasilkan dampak positif yang nyata bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
Namun, tantangan yang dihadapi CRU Sampoiniet tidaklah sedikit. Kawasan hutan di Aceh terus menghadapi tekanan dari berbagai aktivitas manusia, mulai dari illegal logging hingga perubahan iklim. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan yang berkelanjutan perlu terus ditingkatkan untuk menjaga keberlangsungan CRU Sampoiniet dan kelestarian alam secara keseluruhan.
Dengan semangat dan komitmen yang kuat, CRU Sampoiniet terus menjelma menjadi contoh gemilang tentang bagaimana wisata edukasi dapat menjadi instrumen efektif dalam pelestarian alam. Melalui pendekatan holistik yang melibatkan masyarakat lokal, wisatawan, dan pemerintah, CRU Sampoiniet menawarkan harapan baru bagi masa depan keberlanjutan lingkungan Aceh. Dalam dunia yang semakin terhubung, upaya seperti ini tidak hanya relevan secara lokal, tetapi juga memberikan inspirasi bagi upaya pelestarian alam di seluruh dunia.[Adv]